Wednesday, November 23, 2011

Permainan menyenangkan - 6

Edo menyingkir dari atas dadaku, Edward segera menggantikan penis Edo pada mulutku, hanya beberapa kocokan pada mulut dia sudah menyemprotkan spermanya, memenuhi mulutku, terasa gurih dan keras aromanya. Dengan posisi seperti ini aku tak bisa mengelak kecuali hanya menelan semua sperma yang sudah memenuhi mulutku.



Edward segera turun dan Edo kembali mengambil alih rongga mulut dan memasukkan kembali penisnya, Raymon seperti tak peduli apa yang sedang terjadi di atas, mengetahui temannya menyemprotkan sperma di mulutku, dia malah semakin bergairah dan mengocokku makin cepat.



"Do, tukar" perintah Raymon pada sahabatnya itu.



Edo yang mendapat giliran kembali bersiap menikmati hangat vaginaku, tapi dia tidak mau melanjutkan gaya permainan Raymon, tapi memintaku pada posisi di atas. Kupasang kondom ke penis Edo dengan mulutku seperti yang kulakukan pada Raymon tadi, entah kondom yang keberapa yang dia pakai, bentuknya lain pula dengan sebelumnya, dia mengagumi kemahiranku itu.



Edo langsung meremas remas kedua buah dadaku ketika aku sudah berhasil memasukkan penis dan duduk di atasnya. Raymon tidak langsung bergabung tapi dia ke kemar mandi dulu, entah ngapain, sedangkan Edward masih duduk di sofa mengamati kami bercinta. Beberapa saat lamanya Edo kembali menyetubuhiku sendirian tanpa "Gangguan" teman temannya.



Aku yang sudah benar benar lupa diri dan begitu bergairah bergerak liar di atasnya, antara naik turun dan berputar pantat mengocok penis Edo, vaginaku serasa semakin di aduk aduk dan semakin nikmat, apalagi penggeli pada kondom bekerja dengan semestinya membuatku melayang tinggi ke awan. Kuluman Edo pada buah dadaku tak kuperhatikan lagi, puncak kenikmatan sudah didepan mata dan sebentar lagi kuraih. Orgasme kedua bakal kugapai, gerakanku semakin cepat tak beraturan, Edo hanya diam saja menikmati kebinalanku, desah kenikmatan menimbulkan gairah tersendiri baginya.



Raymon naik dan berdiri di atas ranjang, menyodorkan penisnya ke mulutku dan untuk kesekian kalinya penis itu mengisi dan mengocok mulutku. Puncak kenikmatanku semakin bertambah dekat dan meledaklah jeritan kenikmatan yang tiada henti. Kali ini tak kukeluarkan penis Raymon dari mulutku dikala orgasme, aku yakin bisa mengendalikan diri hingga tak sampai menggigit penisnya, tapi aku tak sanggup melakukannya, terlalu sayang kalau expresi kenikmatan orgasme ditahan hanya karena ada penis di mulut. Kukeluarkan juga akhirnya penis Raymon hingga jeritanku semakin menjadi jadi.



Sendi sendiku serasa mau copot, rasa capek yang hebat tiba tiba melanda namun kembali kocokan Edo membuatku segera melayang, perlahan tapi pasti. Dua kali sudah aku mendapat orgasme dari Edo tapi aku tak tahu apakah dia sudah orgasme atau belum, sungguh konyol tidak memperhatikan laki laki yang telah memberi 2 kali kenikmatan. Konsetrasiku terlalu terpecah pada 2 laki laki lainnya hingga terkadang tak kurasakan denyutan denyutan kecil darinya.



Edo menarik tubuhku dalam dekapannya, dengan posisi seperti ini Raymon praktis tak bisa mendapatkan bagian, hanya elusan di punggung dan belaian di rambut yang bisa dia perbuat. Dikocoknya vaginaku dari bawah dengan cepatnya, kulumat bibir Edo meskipun beberapa kali dia menghindar, mungkin aroma sperma Edward masih tercium dari nafasku tapi akhirnya dia membalas juga lumatan bibirku itu. Tak lebih 5 menit dari orgasme keduaku, Edo mengejang sambil berteriak nyaring seiring denyutan kuat melanda vaginaku, akupun ikutan menjerit terkaget merasakan kuatnya denyutan itu, didekapnya tubuhku erat erat sambil wajahnya menatapku, hidung kami bersentuhan, napas kami sama sama menderu berat.



Kami berdiam sesaat menikmati indahnya orgasme, namun Raymon tak mau membiarkan suasana terlalu romantis. Dia duduk disamping kami, ditariknya tubuhku dalam pangkuannya, sebelum aku sempat memasukkan penisnya, Edward memintanya, mengingat Edward belum mendapat giliran di vagina, dengan tersenyum Raymon mengalah, direlakannya vaginaku pada temannya.

Kuturuti saja apa mau mereka, aku beranjak dari pangkuan Raymon ke pangkuan Edward, kucium dan kulumat bibirnya sambil menyapukan penisnya ke vaginaku dan amblas masuk kedalam dengan mudahnya, otot vaginaku belum berkontraksi sempurna setelah mendapat kocokan Edo, hingga penis Edward serasa berlari lari dalam vaginaku. Dalam keadaan seperti ini, kondom unik sangat banyak membantu menggelitik saraf saraf sensitif di vaginaku.



Kudorong tubuh Edward hingga dia telentang di antara kedua temannya, sembari bergoyang pinggul, kukocok kedua penis lainnya, kini 3 penis berada dalam kendaliku. Kubiarkan 4 tangan berebut menjamah kedua buah dadaku, justru semakin menambah sensasi tersendiri. Aku menggeliat nikmat ketika tangan tangan itu mempermainkan putingku, kutatap mata mereka satu persatu, semua memancarkan sorot mata penuh nafsu namun terlihat begitu tak berdaya dalam genggaman dan kendaliku seorang. Dengan bebas aku menggerakkan tubuhku di atas Edward sambil membungkuk ke kanan dan ke kiri begantian untuk mengulum kedua penis yang menunggu giliran.



Edo duduk lalu mengulum putingku, diikuti Raymon melakukan hal yang sama, aku menjerit nikmat yang tak terhingga mendapatkan perlakuan seperti itu. Dua laki laki mengulum putingku bersamaan sementara satu lainnya mengocokku, sungguh suatu kenikmatan yang sangat tinggi kurasakan. Aku tak tahu lagi harus bagaimana, antara mengocok penis di genggaman atau meremas rambut mereka, sungguh pengalaman yang tak terduga. Jerit kenikmatanku membuat mereka semakin kuat menyedot kedua putingku.



"Sshh.. gila.. kalian gilaa" teriakku meracu, dan goyangan pantatku semakin tak karuan iramanya, tapi justru semakin menambah kenikmatan. Dan benar saja, tak sampai 10 menit aku bergoyang di atas Edward, dia sudah memuntahkan spermanya, denyutan pelan nyaris tak terperhatikan olehku, namun teriakan dan remasan kuat pada paha menyadarkanku bahwa dia sedang orgasme.



Aku segera turun dan kembali ke pangkuan Raymon, vaginaku kembali terasa penuh sesak terisi penis Raymon yang lebih besar dari Edward. Belum sempat aku menggerakkan tubuhku, Edo sudah berada di depan menyodorkan penis hitamnya ke mulut. Bersamaan dengan masuknya penis itu ke mulut, aku mulai bergoyang pantat diatas Raymon, 2 penis besar mengocok kocok kedua lubangku. Edo memegangi kepalaku dan suka suka menggerakkan penisnya pada mulutku. Beberapa menit berlalu dengan kocokan atas bawah, Edward kembali bergabung, memeluk dan menciumi tengkukku dari belakang sambil meremas remas buah dadaku, aku menggelinjang geli dan nikmat yang tak terkira, goyanganku terbatasi pelukan Edward, namun tak mengurangi gerakan pantatku pada Raymon.



Raymon praktis hanya berdiam menikmati kocokanku sekaligus menikmati bagaimana aku melakukan oral pada Edo. Begitu aku terbebas dari Edo dan Edward, segera tubuhku mengocok Raymon dengan gerakan liar, geliat penuh nafsu tak bisa dihindari. Tubuhku condong kebelakang bertumpu pada kaki Raymon ketika secara bersamaan Edo dan Edward mengulum kedua putingku, aku menjerit histeris dalam nikmat birahi yang tak terkatakan. Dan beberapa menit kemudian pertahananku pun bobol, dengan mencengkeram kedua kepala yang ada di dada, aku menjerit keras, sekeras denyutan pada vaginaku. Mereka tak menghentikan gerakannya, malah justru semakin menjadi jadi saat melihat aku tengah dilanda orgasm hebat.



Baru terasa kelelahan yang teramat sangat, rasa ngilu disekujur tubuhku, 3 orgasme berturut turut dalam sekali permainan, tapi ketiga laki laki itu masih juga belum beranjak dari tubuhku, bahkan semakin gila menyetubuhi dan mencumbu sekujur tubuhku.



Tetes demi tetes keringat sudah membasahi tubuh kami berempat tapi tak ada tanda tanda permainan berakhir, dan ketika Raymon mendapatkan orgasmenya, Edo langsung menggantikan posisinya tanpa memberiku istirahat, aku benar benar ter-exploitasi dalam permainan sex yang tiada akhir, namun aku begitu menikmatinya, terutama saat pergantian antara satu penis dengan penis lainnya, terasa sekali perbedaan sensasi yang kurasa.



Edward bersiap menyetubuhiku kembali saat Edo mencapai puncak, begitu seterusnya selalu bergantian menyetubuhiku setelah satu selesai, entah kapan permainan ini berakhir, antara kelelahan dan kenikmatan selalu datang susul menyusul, tak terhitung sudah berapa kali aku orgasme dan tak kuhitung pula berapa kali mereka masing masing orgasme, semua memoriku jadi error tersapu gelombang kenikmatan yang datang bertubi tubi. Ini permainan tanpa akhir, endless game.



Namun manusia ada batasannya meskipun emosi selalu mengalahkan logika pada saat seperti ini.

Akhirnya aku menyerah terkapar tak berdaya di tangan ketiga laki laki itu, benar benar habis, bahkan untuk ke kamar mandipun rasanya begitu berat.



Belum pernah kurasakan capek yang hebat seperti ini, vaginaku terasa berdenyut nyeri. Sekitar 2 jam mereka menyetubuhiku tanpa henti, tak sedetikpun vaginaku "menganggur" selama itu. Aroma sperma tercium dari tubuhku, baik di dada, wajah, rambut apalagi mulut, entah berapa banyak sperma yang mengisi perutku, aku benar benar berantakan, tapi justru tambah sexy, kata mereka menghibur.



Setelah mandi air hangat di malam hari, badan terasa segar kembali, Edward mengangsurkan Lipovitan ketika aku keluar dari kamar mandi. Ranjang yang masih berantakan dan ceceran sperma masih membekas di sana sini, begitu juga kondom, lebih dari selusin kondom sisa yang tercecer di lantai.



"Beri aku istirahat dulu, oke" pintaku pada mereka sambil merebahkan tubuhku di atas hangatnya ranjang yang masih penuh nafsu. Mereka hanya tertawa tanpa memberi jawaban.



Setengah jam mereka memberiku waktu istirahat sebelum Edo memulai untuk babak berikutnya, dan Endless Game berputar kembali, di atas ranjang kulayani ketiga laki laki itu bersamaan. Kali ini aku benar benar kewalahan melayani mereka yang seolah melampiaskan semua nafsu birahinya tanpa henti, tak ada kata puas pada diri mereka. Aku hanya bisa bertahan sekitar satu jam sebelum menyerah kalah akan kebuasan mereka bertiga, tak kuhitung lagi berapa kali aku mengalami orgasme dan tak tahu lagi aku siapa yang sedang mengisi vaginaku, aku benar benar habis.



Kami berempat tergeletak lunglai di atas ranjang dalam kebisuan, hanya napas berat yang terdengar. Mataku serasa berat dan pandanganku mulai nanar, tak lebih 10 menit kemudian akupun terlelap dalam buaian malam yang penuh nafsu.



Bersambung . . . .