Wednesday, November 23, 2011

Cerita Seks Party Mahasiswi


Cerita Seks Party Mahasiswi, Reff lagu The Club can’t Handle Me tiba-tiba mengalun ketika ada panggilan masuk di BB Vani. Nama shasha tampil dilayarnya. “Hai Shasha” sambut Vani dengan suaranya yang agak serak-serak basah. Sexy, menurut gue. Di ujung lainnya Shasha dengan hebohnya mulai nyerocos tentang suatu party di suatu apartemen salah satu temannya. “Ayo Van, lo ikut ya. Revo bawa temannya yang ga ada pasangan. Lo temenin aja, biar gue bisa bebas sama Revo” rajuk Sasha. “Wait.. wait.. Sapa lagi nih Revo? Cowo baru lagi?” tanya Vani. Vani hampir bisa menebak bahwa diujung sana Shasha nyengir nakal sambil menjawab “Gitu deh.. Lo mau ya?”. “Okay.. okay.. gue mau. Awas aja temennya ancur” ancam Vani. “It’s a date! Gw BBM lo nanti tentang jam berapa lo bakal dijemput” tuntas Shasha lalu memutuskan sambungan teleponnya. Dan Vani pun beranjak pulang ke kostnya.
Vani sedang berusaha mengancingkan bra-nya ketika terdengar ketukan di pintu kamarnya disusul teriakan suara Shasha yang agak cempreng “Vann… ini gue, Shasha”. Sambil membekap bra yang belum terkancing ke dadanya, Vani membuka kunci dan pintu kamarnya sebagian asal cukup buat Shasha untuk masuk. “Ahh.. untung lo udah beres dandan, hottie” ujar Shasha sambil mengecup ringan pipi Vani. “Bantu gue pake bra Sha, biar cepet nih” pinta Vani sambil memunggungi Shasha dan menghadap cermin. Shasha berdiri di belakang Vani dan kedua tangannya meraih kedua ujung kaitan bra Vani. Bukannya memasangkan, Shasha malah melepaskan bra tersebut dan kedua tangannya meraup kedua bongkahan daging yang menggunung di dada Vani. “Aihh….” jerit Vani kaget. “Ihhh… gede amat sih toket lo Van” ujar Shasha iri dari balik punggung Vani. Dengan jahilnya jari jemari Shasha meremas-remas gundukan toket 36C (yeap, they HUGE!). “Aahh.. Udah dong Sha..” rajuk Vani agak sebel sambil melepaskan kedua tangan Shasha. “Iya.. iya.. gue cuma iseng doang. Habiss, gue iri banget liat toket lo. Jadi pengen gue sumpel silicon punya gue” rajuk Shasha sambil memasang kaitan bra Vani. “Eh, lo ga nuduh toket gue palsu kan? Ini asli dari pabrik bo’” ujar Vani agak sewot sambil memakai pakaiannya. Baby doll hitam berenda yang memperlihatkan bahunya tapi menutup rapat dadanya yang massive, dipadankan dengan mini skirt ketat warna putih dan stilleto hitam, Vani sudah siap untuk party malam ini. Shasha bertubuh langsing, pinggang ramping tapi mempunyai pinggul yang lebar dan pantat bulat yang menonjol bikin banyak cowok nafsu untuk meremasnya, memakai mini dress warna hitam yang sedikit menunjukkan belahan dada 34B-nya yang sekal.
Shasha duduk di sebelah Revo, cowok cakep berumur sekitar 25an yang bertubuh tinggi ramping. Jelas kelihatan tajir dari mobil dan pakaiannya. “Pinter juga ni anak cari gebetan” batin Vani yang duduk di jok belakang mobil Revo. Di sebelah Vani adalah cowok yang katanya teman Revo yang butuh pasangan buat party malam ini. Begitu Vani menutup pintu, dengan ramahnya cowok ini mengulurkan tangannya untuk berkenalan. “Gue Ian” kata cowok itu. Vani menjabat tangan yang besar itu sambil meyebutkan namanya. “Gendut. Eh? Besar banget nih cowok” pikir Vani sambil menilai sekilas Ian yang duduk disebelahnya. Ian memang besar. Dengan tinggi 187 cm dan berat 90 kg, Ian terlihat seperti pegulat. Well, paling tidak itulah yang dipikirkan oleh Vani pertama kali. Dengan cepat suasana cair karena Ian ngocol juga anaknya.
Perjalanan ke lokasi party hanya macet sebentar (tumben). Ramai juga. Free flow bir. Snack berlimpah. Shasha dan Vani langsung turun. Beberapa saat kemudian Ian datang menghampiri sambil menyodorkan sebotol bir untuk Van, yang langsung ditenggak sepertiganya oleh Vani. “Haus neng.. Apa doyan?” teriak Ian di dekat kuping Vani untuk mengatasi suara musik hip hop yang berdentam-dentam. Vani hanya tersenyum sambil terus bergoyang. Ian berusaha mengimbangi goyangan Vani, yang mengakibatkan beberapa orang nyaris terpental karena kesenggol tubuh besarnya. Tapi semua lagi happy, jadi no problem.
Setelah beberapa botol bir dan 2 kali ke toilet, tiba Shasha menarik tangan Vani yang saat itu sedang dikerubungi 3 cowok yang berebut mengajaknya turun. “Eh, mau kemana Sha” tanya Vani agak bingung dan sebel karena sedang asyik memilih-milih cowok mana yang mau diajaknya turun dan bergoyang. “Kita pulang” kata Shasha. Tapi Vani tidak percaya begitu saja dengan kata “pulang” Shasha karena Vani melihat senyum nakal Shasha ketika mengatakannya. “Udah deh lo ikut aja” kata Shasha dengan tetap menyunggingkan senyum nakalnya.
“Shasha bilang mau lihat rumah gue” kata Revo di mobil ketika Vani menanyakan tujuan mereka. “Bagus juga. Kita bisa chill out dulu habis party barusan sebelum pulang” tambah Revo sambil membawa mobilnya berzig-zag menyalip beberapa mobil lainnya. “Ngeliat cara lo ngebut kaya gini, gue rasa lo ga pengen sekedar chill out sama Shasha deh” batin Vani nyinyir. Tapi Vani masih asyik saja. Karena Ian dengan serunya ngocol buat Vani & Shasha hahahihi sepanjang perjalanan.
Mobil Revo memasuki perumahan di kawasan Kelapa Gading. Ternyata rumahnya besar juga untuk ukuran ditinggali sendirian oleh Revo. “Toilet mana Hun?” tanya Shasha manja. Revo menunjukkannya. “Gue ikut Sha” sahut Vani. Di dalam toilet, Vani dengan gemasnya meremas pantat sekal Shasha. “Hu uh.. Lo pasti udah horny ya”. “Aihh.. apaan sih lo Van” jerit Shasha sambil merengut manja. Sambil duduk di toilet, Shasha merajuk sama Vani “Bantu gue ya Van, temenin Ian ngobrol. Lo tau ndiri, hampir sebulan gue jomblo sebelum akhirnya jadian sama Revo tempo hari” ujar Shasha memelas. “Kering tau..” tambah Shasha dengan senyum nakalnya. “Ihh… slutty banget sih lo” balas Vani agak sebel tapi juga geli. “Setengaahh jam aja.. Lo temenin Ian. Habis itu kita pulang. Janji” kata Shasha sambil menaikkan kembali mini underwear-nya. “Ok deh” sahut Vani. “Ato lo pengen juga digenjot sama Ian” kerling Shasha jahil.”Ihh.. jangan sampe deh. Bisa gepeng gue” sahut Vani sewot.
Ketika kedua cewek sintal ini keluar dari toilet, ternyata Revo dan Ian sedang main billiard di tempat yang seharusnya ruangan keluarga. “Gue ikutt..” pinta Vani centil. Dengan agak cemberut, terpaksalah Shasha ikut juga. Dalam sekejap permainan tersebut menjadi berantakan karena Vani dan Shasha memang tidak bisa main billiard. Ketika sodokan Vani yang ketiga membuat bola putihnya terbang ke ujung ruangan, Shasha menimpalinya dengan nyinyir “Gimana ga kaco, lo kan biasanya disodok Van, bukan nyodok”. “Uu-uhh.. Apaan sih lo Sha” timpal Vani agak tersipu sambil beranjak mengambil bola putih dari tangan Ian. “Lo berdua terusin aja mainnya ya. Gue mo ngobrol bentar sama Shasha” kata Revo tiba-tiba sambil menarik tangan Shasha untuk ikut naik ke lantai dua dan mengerdip penuh arti ke Ian dan Vani. “Kan belum kelar maennya Hun” rajuk Shasha manja pura-pura keberatan ditarik pergi, padahal Vani yakin memek Shasha sudah menjerit-jerit minta disodok-sodok.
Sepeninggal mereka berdua, Ian menatap Vani sambil cengar-cengir dan berkata “Baiknya lo gue ajarin dulu deh cara nyodoknya sebelum ada yang terluka”. “Emang gue seberbahaya itu?! Sebel” tukas Vani sambil menyubit pinggang Ian yang tebal. Tapi Vani tidak keberatan ketika Ian mengarahkan tangannya untuk memegang stick billiard dengan cara yang benar. “Biar lo bisa lihat arah bola putih dengan baik, lo harus nunduk Vani, paling bagus punggung lo jadi sejajar dengan tongkat. Kaki lebarin dikit biar seimbang” jelas Ian. Vani pun membungkuk, dan membungkuk lebih dalam lagi karena Ian menekan punggungnya sehingga dada Vani lebih mendekati meja lagi. “Gini bener An?” tanya Vani. Dua detik kemudian dengan agak kaget Ian baru menjawab “Eh iya, bener. Nah sekarang coba hit bola putihnya perlahan saja. Rasakan ujung stick lo hit ditempat ya lo mau. Hit tengah aja dulu.” jelas Ian panjang lebar. Vani tidak tau bahwa perhatian Ian sempat teralih sejenak tadi karena begitu Vani membungkuk, mini skirt-nya ikut terangkat dan Ian sekilas melihat dua bongkah pantat putih Vani dan segaris tipis linen merah ditengahnya. “Anjrit! Ni cewek pake tong. Buseet tadi sekilas gue liat pantatnya mulus dan montok banget” batin Ian gembira.
“Yess.. bolanya lurus larinya” jerit Vani gembira. “Tapi pelan An” kata Vani sambil berbalik ke Ian yang otaknya masih dipenuhi pemandangan sekejap pantat Vani. “Oh iya, jelas pelan. Posisi tangan lo masih ga nyaman pas megang tongkatnya. Dan kaki lo kurang lebar, jadi posisi lo kurang kokoh” balas Ian yang otaknya bekerja keras untuk cari cara agak bisa melihat pemandangan indah itu lagi. Yang sebenaranya sangat gampang terjadi lagi karena rok Vani mini banget memperlihatkan sebagian besar paha putih mulusnya.
“Ayo gue bimbing lo” kata Ian sambil memegang kedua tangan Vani dan meletakkan di posisi stick billiard yang tepat. Vani membungkukkan badannya sejajar dengan meja, membuka kakinya lebih lebar. “Gini bener?” tanya Vani. “Bentar..” kata Ian sambil melangkah dari samping Vani ke belakangnya sehingga kali ini bisa melihat dengan jelas bagaimana setengah bongkah pantat Vani dan tong merah yang membelahnya dengan indah. “Uhh.. itu pasti gundukan memek Vani” batin Ian dengan penuh mesum sambil sedikit membungkukkan badannya. “Kaki lo lebarin dikit lagi Van. Pokoknya sampe lo ngerasa kokoh posisi lo” tambah Ian agak bergetar suaranya karena nafsu birahi mulai naik.
“Gue bantu arahi tangan lo” kata Ian. Tanpa minta persetujuan Vani, Ian ikut membungkuk di atas tubuh Vani dan memegang stick di belakang tangan Vani, sedang satunya berlagak memperbaiki posisi tangan jari kiri Vani. “Awas gue ketindih badan lo ya. Gepeng nanti gue” kata Vani manja. Mendengar suara manja Vani yang agak serak-serak basah, Ian semakin mupeng saja. Apalagi selangkangannya hampir menempel di pantat Vani. Tapi, Ian jago juga “Tenang.. little brother.. tenang. Pelan-pelang aja majunya” ujar Ian dalam hati menenangkan nafsunya yang makin bergejolak dan menahan dirinya untuk tidak langsung menempelkan selangkangannya di pantat Vani (brother, ini sangat susah. Believe me). Dengan dipandu tangan Ian, Vani menyodok bola putihnya lagi. Kali ini karena dibantu power dan arahan Ian, bola putih melaju dengan lurus & cukup kencang untuk hit bola sasarannya. Bunyi benturan bola membuat Vani tertawa puas.. “Yeahh… gue berhasill” jerit Vani senang sambil mengangkat kedua tangannya. Ian ikut terkekeh puas. “Ayo kita coba lagi An, pokoknya sampe gue bisa” ajak Vani yang disambut gembira oleh Ian.
Vani mencoba lagi dan lagi untuk menyodok sementara Ian berlagak membantu Vani memperbaiki poster shootingnya sambil mengambil kesempatan untuk membelai dan meremas pelan tubuh Vani. Yang Ian tidak sadari adalah, remasan Ian di pantat Vani untuk memintanya merendahkan sedikit, dan sentuhan agak lama di paha dalam Vani untuk memintanya melebarkan sedikit pahanya, mulai membuat memek cewek binal ini berkedut-kedut gatal. Jantung Vani mulai berdebar lebih keras dan nafasnya sedikit tersengal. Vani mulai horny. “Sialan, kok gue jadi horny gini sih” umpat Vani dalam hati. Vani melirik jam dan berkata dalam hati “Masih 20 menit lagi sampe si Shasha tuntas dientot Revo”. Bayangan bagaimana pantat sekal Shasha dipompa oleh Revo malah membuat memek Vani menjadi agak basah.
“Nah, kita coba lagi ya” suara Ian yang tiba-tiba menyentak Vani dari lamunan mesumnya. “Eh, iya. Ayo kita coba lagi” agak tergagap Vani menyahut. Kembali Vani mengambil posisi membungkuk. Dan Ian kembali Ian terkesiap melihat pemandangan tersebut. Ian sudah nyaris tidak tahan untuk menerjang pantat yang menonjol itu. “Lebarin kaki lo dikit lagi Van” kata Ian sambil memegang dan meremas kedua paha dalam Vani. Vani nyaris mendesah karena sentuhan tiba-tiba di bagian tubuhnya yang sensitif itu. Vani harus menggigit bibirnya ketika tangan Ian yang besar menekan dan meremas pantatnya untuk sedikit diturunkan. Kali ini Ian agak memanjakan tangan kanannya dan meremas-remas pantat Vani lebih lama dari seharusnya. “Sampe kapan tangan lo mo disitu?” damprat Vani pelan belagak galak. “Eh sorry Van. Salah pantat lo sih, manggil-manggil tangan gue” ngeles Ian. “Ih.. kok jadi salah pantat gue” balas Vani dengan senyum dikulum. “Ayo, arahin lagi tangan gue Ian” pinta Vani. Dengan bersemangat Ian menerima permintaan ini.
Ian kembali menempatkan tubuhnya diatas tubuh Vani, dan kedua tangannya memperbaiki posisi kedua tangan Vani. Bedanya kali ini Ian sudah tidak tahan lagi. Ian menempelkan selangkangannya ke gundukan pantat Vani. Vani agak terhenyak kaget ketika merasakan tonjolan kejantanan Ian yang menekan pantatnya. Vani sedikit bingung mau menyentak Ian agar menyingkirkan batangnya dari pantatnya, tapi tuntutan birahi di sekujur tubuhnya menginginkan agar Ian menekankan batangnya lebih dalam lagi. “Shit, gue ga tau ni cowok mau ngentotin gue apa ga” batin Vani gundah, karena saat Ian menekankan selangkangannya, Ian masih ngomong tentang posisi tangan Vani yang kurang tepat dalam megang stick billiardnya. Vani jelas tengsin kalau memulai duluan.
Sedang Ian sendiri yang merasa tidak ada penolakan dari Vani ketika selangkangannya ditempelkan, dan Ian juga yakin Vani pasti merasakan tonjolan kontolnya menekan pantatnya, merasa mendapat lampu hijau. Sambil terus menyeracau tentang posisi tangan yang tepat untuk pegang stick, Ian mulai menggoyangkan pantatnya dan menekankan selangkangannya lebih keras lagi di pantat Vani. Beberapa saat digoyang seperti itu Vani hampir lepas kendali. Tapi akhirnya gengsinya menang. “Hei… enak lo ya goyangin pantat gue” damprat Vani. Agak tersipu Ian bangkit dari atas tubuh Vani “Sorry Van, kebablasan”. “Mau ngajarin beneran ga sih lo” tambah Vani digalak-galakin sambil berkacak pinggang menatap Ian. “Iya.. iya Van. Gue ajarin bener. Dimulai lagi ya” pinta Ian. “Huu.. yang bener ya kali ini” sungut Vani sambil kembali mengambil posisi membungkuk siap menyodok.
Tapi kali ini Ian sudah tidak bisa menahan birahinya lebih lama lagi. “Sebodolah, udah ga tahan lagi gue” batin Ian penuh nafsu mesum. “Rendahin dikit lagi badan lo Van” kata Ian agak bergetar sambil tangan kirinya menekan punggung Vani agar lebih rendah. “Bener, segini?” tanya Vani tanpa prasangka. Sambil tetap menahan punggung Vani dengan tangan kiri, tangan kanan Ian menyasar pantat Vani lagi. “Rendahin sedikit lagi pantat lo Van” pinta Ian. Vani menuruti tekanan tangan Ian pada pantatnya untuk sedikit direndahkan. Tapi, beberapa detik kemudian Vani sadar bahwa tangan kanan Ian tidak berpindah dari pantatnya, bahkan mulai meremas-remasnya.
“Ehhhh… ngapain tuh tangan lo??” pekik Vani protes. Vani mau berdiri dari memarahi Ian lagi, tapi tangan besar Ian menahan punggunggnya semakin menempel pada meja billiard. “Ian.. jangan macam-macam lo yah!” ancam Vani tidak meyakinkan. “Bentar aja Van.. Gue nafsu banget liat bokong lo. Semok banget” ujar Ian dengan suaranya yang mulai serak karena birahi. “Gue mau lihat pantat lo ya Van” ujar Ian sambil langsung mengangkat mini skirt Vani sampai naik ke pinggang. “Aihh…. sialan lo” pekik Vani. Kaget, dan merasakan hembusan dingin AC menerpa kulit pantatnya yang nyaris tidak tertutupi karena menggungkan tong. Dengan gemas jemari Ian yang besar meremas bergiliran kedua bongkahan putih kenyal pantat Vani yang sedang menungging tak berdaya itu.
Vani yang semula menjerit-jerit marah, kini sadar dia tidak bisa bergerak karena kalah kuat dengan tekanan tangan Ian, mulai memelas. “Pleasee.. Ian.. Jangan lakuin ini ke gue dong. Pleasee” rengek Vani. Tapi Ian sudah dikuasai nafsu birahi, malah semakin semangat meremas-remas pantat Vani. Bahkan kini jemarinya sesekali menyerempet gundukan di bawahnya. “Ian.. udah dong..” Vani masih merengek. Tiba-tiba Vani melenguh tanpa bisa ditahan “Houuhhh…” ketika dengan tiba-tiba jemari Ian meremas gundukan memeknya. “Ian.. ian.. ian… please stop it” agak tersengal dan kaget akibat rangsangan tiba-tiba pada bibir memeknya walau masih dari balik kain tongnya. “Hehehe.. gila, desahan lo betul-betul bikin gue tambah nafsu Van” kekeh mesum Ian yang semakin semangat meremas-remas gundukan bakpao Vani. Vani blingsatan mencoba melepaskan diri namun tiada hasil.
Vani masih berusaha mengangkat tubuhnya ketika tiba-tiba Vani merasakan ada benda asing memasuki tubuhnya. “Aihh.. Iann… ngapain loo” pekik Vani tak berdaya. Jemari Ian dengan mudahnya menyingkirkan secarik tipis tong yang memisahkan jari-jarinya dengan lubang kenikmatan Vani. Dengan sedikit memaksa, jari tengah Ian yang besar menyelusup ke jepitan bibir memek Vani yang montok sampai langsung 2 ruas. “Ohh.. lo belagak ga sudi, ternyata memek lo udah basah Van” kata Ian penuh kemenangan. “Ga.. ga.. gue ga mau Ian… jangan.. Ahhhh… ouuhhhh…” kata-kata Vani terpotong dengan desahannya yang tidak tertahankan karena jari tengah Ian digerakkan keluar masuk mengocok memek Vani yang sudah mulai basah. Vani berusaha menahan desahannya dengan menggigit bibir bawahnya, tapi tetap saja suara tersengalnya keluar dari tenggorakan karena Ian juga sudah membenamkan jari tulunjuknya ke dalam memek Vani dan berputar-putar, mengobel-ngobel memek lonte satu ini. “Hmmppfffh… hmpfffh… Haaahhhh…. Iannnn” desah Vani yang matanya merem melek karena kenikmatan dilanda nafsu birahi yang akhirnya mulai mendapat pemuasnya. Dengan gemasnya Ian menggigit-gigit bongkahan pantat Vani sambil terus mengerjai lubang memek Vani dengan kedua jarinya, sampai pantat Vani mengejang-ngejang menahan ectassy kenikmatan yang melandanya. “Kalo lo mo keluar, lo harus bilang Vani keluar” perintah Ian, ketika melihat Vani mulai mengejang-ngejang. Dan benar, setengah menit kemudian jemari Ian merasa diremas-remas oleh dinding memek Vani, dan lenguhan Vani terdengar “Vhaannii kkheluuarrr….hhhaahhhh…”. Mengejang-ngejang sedikit Vani, lalu Vani mulai membuka matanya dan menatap Ian “Sialan lo” maki Vani pelan.
Kedua jari Ian masih di dalam memek Vani, ketika Ian bertanya “Lalu bagaimana sekarang?”. Dengan masih tertelungkup di atas meja billiar, agak malu-malu dan memerah mukanya, Vani berkata pelan dan agak mendesah “Please sekali lagi”. Dengan senang hati Ian memenuhi request ini. Kedua jarinya dihujamkan dalam-dalam ke memek Vani, yang membuat Vani memekik kaget “Aiiihhh…”. Tapi kocokan dan diselingi gesekan intens di g-spot Vani membuat gelombang birahi kembali melanda Vani. Rasa gatal disekeliling memeknya menggila lagi dan menuntut untuk digaruk, digesek, dan dikocok dengan cepat. Bunyi kecipakan memek Vani yang banjir, ditingkahi oleh desahan dan lenguhan Vani yang keras membuat nafsu Ian semakin diubun-ubun. “Busetttt nih cewek hot banget… ” batin Ian gembira. Tangan kiri Ian tidak lagi perlu menahan punggung Vani. Kini tangan kirinya sibuk meremas-remas toket Vani. “Hahhh… hahhhh… shhhhhhh… ya.. ya… kaya gitu.. kaya gitu… ouuhhh..” ceracau Vani tidak karuan.
Ian sudah tidak tahan lagi. Sambil terus tangan kanannya mengocok memek Vani yang banjir habis sampai tetesan cairan pelumasnya membasahi paha Vani dan jemari Ian, tangan kirinya sibuk melepaskan gesper dan risluiting celananya. Tidak sampai 3 menit dari orgasme pertamanya, Vani merasakan gatal di memeknya semakin memuncak, mengumpul di ujung klitorisnya. Semakin dikocok, rasa gatal tersebut semakin terasa menyiksa, menuntut untuk digesek lebih cepat lagi. Akhirnya rasa gatal itu meledak dan menyemburkan arus kenikmatan dari selangkangannya ke seluruh kujur tubuhnya. “Ooaaahhhhh……hhhaahhhh hhh kellluarrrr…. Vani kheeluuuarrr…” pekik Vani dengan mata yang membeliak dan tubuh bergetar-getar mengejang penuh kenikmatan.
“hah.. hah.. hah..” Vani memejamkan mata sambil berusaha mengatur nafasnya yang memburu setelah terpaan orgasme yang kedua. Tubuhnya tertelungkup lemas di atas meja billiard dan kakinya mangangkang menapak tidak kokoh di lantai. Ian sudah berhasil mengeluarkan kontolnya yang sepanjang 16 cm tapi gemuk kokoh dari balik risluitingnya. Ian tidak menurunkan celananya, hanya mengeluarkan kontolnya dari dalam celah risluitingnya. Pelan-pelan Ian memelorotkan tong Vani. Vani yang masih di awang-awang sensasi kenikmatan, tanpa sadar menurut saja ketika kaki kirinya diangkat untuk meloloskan tongnya. Tong merah Vani kini hanya tergulung tidak rapi di pergelangan kaki kanannya. Memek tembem Vani yang halus tanpa jembi, terkespos jelas. Bibir memeknya yang merah basah sudah agak terbuka akibat serangan pertama dari Ian, seperti siap menyambut serbuan berikutnya.
Ian sedikit menarik pinggul Vani agar lebih menungging dan memposisikan memek Vani tepat di depan kontolnya yang sudah ereksi penuh. Vani baru sadar bahwa Ian siap memprenetasinya ketika merasakan ada desakan benda tumpul besar yang menyibak bibir memeknya. Vani berusaha membalik, tapi lagi-lagi tangan besar Ian mencegah hal itu. Sambil berusaha melirik ke belakang, Vani bertanya agak panik “Eh.. lo mo ngapain Ian? Kita sudahan kan?” Tanpa memperdulikan keberatan Vani, Ian semakin menekan pinggulnya dan berusaha membenamkan kontol tebalnya ke belahan memek Vani. Karena dinding-dinding memek Vani sudah basah kuyup, kepala kontol Ian relatif mudah menerobos masuk. “Iaaaannn… Jangan masukin.. jangan masukin…. ” teriak Vani makin panik. Vani berusaha bangkit dengan menggoyangkan tubuhnya. Tapi efeknya malah sebaliknya. Akibat goyangan tubuh dan pinggulnya, batang kontol Ian mendapat momentum untuk melesak makin dalam. Diiringi gerungan, Ian menekan dalam-dalam pinggulnya “Hhrrrrrhmmm….”. Dengan indahnya memek temben Vani menelah utuh-utuh kontol Ian.
Mata Vani mendelik kaget dan tanpa sadar lenguhan keluar dari bibir sexynya ketika dinding-dinding memeknya merasakan benda asing yang tebal menyesaki liang senggamanya. “Hoouuuhhhhh….” lenguh Vani diiringi getar tubuhnya. “Hah.. hah.. please jangan entot gue Ian” suara Vani agak bergetar ketika memohon Ian. Bergetar karena bingung memutuskan apakah harus mempertahankan gengsinya tidak mau disetubuhi oleh cowok yang baru dikenalnya 2 jam yang lalu, ataukan menuruti desakan birahi dari selangkangannya yang bergetar keenakan karena disesaki batang tebal kontol yang berurat. “Hoh.. hoh.. sorry Van.. Memek lo memohon kontol gue biar dientot sampe puas hehe” kekeh Ian disela nafasnya yang memburu.
Sambil tetap menahan punggung Vani, Ian mulai menggerakkan pinggulnya maju mundur. Ditarik perlahan, kemudian dilesakkan lagi dalam-dalam. Tarik perlahan-lahan lagi, lalau dibenamkan lagi sampai mentok. Vani merasakan setiap inci dinding-dinding memeknya gesekan perlahan dari kontol Ian yang keluar masuk. Ini membuatnya gila. “Hiaan…hiaann… lo ngentotin gue… hah..hah.. gue kok dientot…hmmpppfffffhhh..” ceracau Vani yang makin kebingungan dan blingsatan karena nafsu birahinya naik lagi tanpa bisa ditahan. Ian semakin bernafsu begitu sadar Vani ikut menikmati persetubuhan ini. Memeknya makin banjir, membuat suara berkecipakan ketika dikocok. Ian mempercepat tempo genjotannya. “huhh..huuhhh..huhhh.. rasain nih.. rasainn… enakk kan..” gerung Ian penuh nafsu menggenjot memek Vani sambil meremas-remas pantat putihnya. Vani yang sudah kepalang tanggung melenguh-lenguh kenikmatan sambil menggoyang-goyang pinggulnya berusaha mengimbangi Ian “Ouhh..ouhhh.. Hhahhhh… hahhh… iya.. iya… entot terus gue.. entott gueeee…” lenguh Vani binal.
“Woaa… lagi pada asyik rupanya” tiba-tiba ada suara cowok lain di ruangan tersebut. Kedua insan lain jenis itu reflek menghentikannya kegiatannya dan menoleh ke arah asal suara. Di pintu, Boris berdiri sambil menyengir penuh maksud (yang ga tau Boris, please baca petualangan Vani di cerita “Peju Siapa Iniiiii…”). Baru saja Vani mau bersuara, suara Ian terdengar lebih dulu “Woe, Bor, tau aja kita lagi disini” sapa Ian kasual. “Eh, lo kenal Boris” tanya Vani kaget dari posisi tertelungkupnya. “Yoi. Dia temen gue SMA” sahut Ian sambil mulai menggenjot Vani lagi. Vani yang masih panik karena ke-gap lagi ngentot, jadi blingsatan. “Eh.. eh.. stop.. stop dulu Ian” pinta Vani panik. Jelas panik, karena Boris sohib kental Albert pacar Vani. Kalau Boris ngember ke Albert, hilanglah cowok ganteng bin tajir itu dari tangan Vani.
“Iann… gue bilang stop dulu” pekik Vani. Tapi Ian tidak peduli dan tetap menggenjot memek Vani semakin semangat. “Tenang Van, Boris ga akan ikutan sekarang. Gue jamin” kata Ian meyakinkan. “Bor, lo duduk manis aja ya disitu. Nonton aja. Jangan macem2″ kata Ian ke Boris. “Iya.. iya.. tenang aja..” balas Boris nyengir sambil menarik kursi untuk bisa melihat lebih jelas live bokep Ian vs Vani. “Tapi.. tapi…” ucapan Vani langsung dipotong Ian “Kalau lo masih protes aja, Boris gue ajak join loh” ancam Ian. Vani langsung bungkam.
Tapi bungkam Vani tidak berlangsung lama. Gocekan kontol Ian membuat birahinya melambung lagi. “Sebodo ah sama Boris nonton. Habis ini gue langsung cabut sama Shasha. Ouhhhhh… tebel banget kontolnya. Enaknya makk..” batin Vani. “Gaahhh… ngahhh.. hahhhhh… shhhhhh….” desahan Vani memenuhi ruangan lagi. Boris nyengir bahagia melihat cewek idamannya kelonjotan penuh kenikmatan di depan matanya. Tangannya reflek membelai-belai selangkangannya.
Tidak sampai 5 menit digenjot, Vani mulai merasakan bahwa desakan orgasme mulai menyodok-nyodok. Lenguhan dan teriakan Vani mulai semakin tidak terkendali seperti halnya goyangan pinggulnya. “Ouhh.. ouhh.. Ya.. Ya.. Cepetin.. cepetin… Kocok makin cepat.. Ayoo.. hahh.. hahhhh…” ceracau Vani yang sudah diambang klimaksnya. Ian menanggapi request Vani dengan semakin cepat memompa lubang kawin Vani. Akhirnya, “Hiaaahhhhh…. Ouughhhhhh…. Shhhhhhhhh…” lenguh orgasme Vani membahana lagi. “Lo ga bilang keluar Van” perintah Ian. “Hiya… hiyaa.. Vhan… Vhani klluarrr.. hah.. hah..” desah Vani.
Ian yang belum orgasme, mengangkat tubuh Vani yang masih lemas karena orgasme yang terakhir. Membopongnya dan merebahkannya ke sofa besar. Vani pasrah saja melihat Ian melucuti kemeja dan celananya, dan berdiri telanjang bulat dengan kontol gemuk masih tegak mengacung, berkilatan basah karena cairan cinta memek Vani. “Buka baju lo Van” perintah Ian. Vani langsung menyanggupinya. Ketika Vani mengangkat baby dollnya keluar dari kepalanya, toket Vani yang disangga bra merah langsung menyedot perhatian Ian. Dengan mata membeliak, Ian memandang dua bongkah melon putih dalam kemasan bra merah yang menggemaskan. “Buka BeHa lo. Cepet!” perintah Ian penuh nafsu. Tanpa diperintah dua kali, tangan Vani langsung bergerak ke belakang pungggungnya melepas kait bra-nya. Belum lagi Vani meloloskan branya dari tangannya, kedua tangan Ian yang besar sudah menyergap kedua bongkah daging kenyal itu. “Ahhhhhh…!!!” Vani menjerit kaget karena tidak menduga Ian akan menyergapnya seperti itu. Ian tidak ambil peduli, kedua tangannya yang besar masih tidak cukup untuk menutupi gunungan toket 36C milik Vani. Dengan penuh nafsu jemari Ian meremas, menekan, memilin kedua toket Vani. Lalu dengan rakusnya mulut Ian menelan dan melumat puting Vani. “UUhhhhhh….. hhhhmmpfffff…” Vani mendesah kesakitan sekaligus keenakan. Toketnya, terutama putingnya, adalah salah satu titik tersensitif tubuhnya. Reaksinya nyaris instan. Bibir memeknya mulai berkedut-kedut gatal lagi meminta dipuaskan. “Ajrit! Besar banget toket lo Van” puji Ian penuh nafsu.
Tangan Vani dituntun oleh nafsu primitif birahinya mencari batang kenikmatan diselangkangan Ian. Ketika jemarinya menemukan benda tumpul yang dicarinya, langsung dituntunnya kejantanan Ian tersebut ke bibir memeknya yang sudah merekah. Ian yang merasakan genggaman hangat tangan Vani, langsung paham maksud Vani dan menggerakkan pinggulnya maju sehingga kontolnya menempel di bibir memek Vani. Dengan satu sentakan keras, batang daging yang gemuk itu langsung amblas dan menyipratkan cairan pelumas Vani keluar. “AAGHHHH..” jerit Vani tanpa sadar karena desakan tiba-tiba pada lubang kawinnya. Tanpa buang waktu lagi Ian langsung menggenjot Vani dalam torsi tinggi. Slepp… sleppp.. sleppp… kecipakan bunyi kocokan terdengar lagi. Mata Vani membeliak dan putih matanya lebih dominan, karena berbagai rangsangan yang diterima tubuhnya. G-spot dan dinding-dinding memeknya tergesek-gesek dengan instan oleh kontol Ian yang berurat. Toketnya diremas-remas, diunyel-unyel penuh nafsu. Ditambah lagi sedotan-sedotan di puting dan jilatan-jilatan lidah kasar Ian di sepanjang leher Vani. “HHaaaahhh… Hahhhh… Ouugggghhh….Gillaaa….Enakk kk..” lenguh Vani penuh birahi. “Hoohh.. hohh.. rasain nih bitch.. rasainnn…” tanggap Ian tak kalah nafsunya.
Vani merangkulkan kedua kakinya dibalik punggung Ian dan tangannya memeluk Ian kuat-kuat, ketika ia merasa bahwa rasa gatal yang memabukkan semakin merajalela di selangkangannya. Ian juga sudah tidak kuat lagi menahan ledakan laharnya. Pada saat Ian merasa aliran pejunya sudah mulai mengaliri batang kontolnya dan kepala kontolnya semakin gatal minta digaruk makin cepat, Vani juga merasakan batang kontol Ian mengembang dalam memeknya. “Ohhh.. dia mau keluar.. dia mau keluarr… ga boleh di dalam.. ga boleh di dalam..” batin Vani panik. Tapi apa kata otak berbanding terbalik dengan reaksi tubuh yang sedang dimabuk birahi. Kaki-kaki Vani malah semakin erat merangkul Ian yang sudah tidak dapat menahan orgasmenya. Diiringi lenguhan keras Ian yang menjambak rambut Vani dan membenamkan kontolnya dalam-dalam, kontol Ian menyemprotkan pejunya kuat-kuat ke dalam liang senggama Vani sampai berlelehan keluar. “HUAAHHHHHH…. Hahhhh… Hahhhhh…” gerung Ian penuh kepuasan sampai tubuhnya mengejang-ngejang.
Selama beberapa saat Ian masih menindih Vani menikmati sisa terpaan gelombang orgasmenya. “Thanks ya Van” bisik Ian sambil melumat bibir sensual Vani. Pelan-pelan Ian mencabut kontolnya yang mulai mengecil. Membawa banjir peju keluar membasahi bibir memek Vani dan mengalir turun. Lalu Ian beranjak mengambil tissue dan membersihkan kontolnya. Ditawarkannya tissue tersebut ke Vani yang masih tergeletak mengangkang di sofa dengan lelehan sperma di sekujur selangkangannya. Vani menerimanya tanpa banyak bicara. Pelan-pelang dibasuhnya sperma Ian dari selangkangannya. “Sialan, gue kentang banget. Belum keluar, dia sudah nyemprot duluan” runtuk Vani dalam hati. Hei, ternyata lonte satu ini tadi belum klimaks, makanya jadi BeTe.
Tiba-tiba ada seseorang duduk di sebelah Vani dan berkata “Sini gue bantu bersihin pake tissue basah”. Vani sontak kaget dengan Boris yang sudah bugil tiba-tiba sudah duduk menempel di sebelahnya dan berusahan menjulurkan tangannya ke arah selangkangannya. “Ehhh… mau ngapain lo” bentak Vani sewot menyingkirkan tangan Boris sambil berusaha bangkit. Tapi, tangan Boris dengan cepat merangkul Vani lagi untuk terhenyak di sofa, sambil berbisik “Apa lo mau gue laporin Albert lo ngentot sama orang lain? Gue rekam di HaPe gue aksi lo barusan”. Vani terpaku sesaat dan menoleh memandang Boris “Bangsat lo Bor. Berani-beraninya lo.. hmmppff..” makian Vani terpotong karena Boris menyapukan tissue basah ke bibir memeknya. Tangan Vani reflek berusaha menyingkirkan tangan Boris dari selangkangannya, tapi langsung terhenti hanya sampai memegangnya karena langsung sadar posisinya. Vani masih tidak mau kehilangan Albert.
Paham Vani sudah ditangannya, Boris semakin berani dengan memasukkan kedua jarinya dengan kasar ke memek Vani. Vani melenguh tertahan ketika memeknya merasakan benda asing lagi menerobosnya. Jemari Boris dengan ahlinya mengocok dan mengobel-ngobel memek Vani. Bibir tebal Boris langsung melumat dengan rakus bibir Vani, membuat Vani terengah-engah karena serangan mendadak ini. Tidak perlu lama untuk membuat Vani ON lagi, karena statusnya memang sedang dipuncak birahi tanggung yang tidak terpuaskan.
Puas melumat bibir Vani, Boris menjelajahi pipi, leher dan menuju toket Vani dengan bibirnya. Jemari Boris menghentikan aktivitasnya di area selangkangan Vani, dan mulai menjamah bongkahan melon putih yang kenyal milik Vani. Boris mengambil posisi di atas Vani dengan kedua tangan meremas-remas tidak beraturan toket Vani. Matanya membelalak tidak percaya bahwa akhirnya dia bisa menjamah toket biadab Vani. “Toket lo memang perfect Van. Dosa kalo lo cuma ijinkan Albert yang menjamahnya” puji Boris. Ketika jemari Boris mulai memilin-milih dan menjepit puting Vani, bibir sensual Vani mulai mengeluarkan desahan erotis. “Sshhhh… ahhhhh.. pleaseee.. jangan keras-keras Bor… ahhhhh..” rintih Vani yang mulai dilanda birahi lagi.
Boris sudah tidak tahan lagi, maka diangkatnya pantat Vani dan diarahkan ke kontolnya yang memang tidak sebesar milik Ian, tapi standarlah. Ketika kontol hitam berurat Boris terbenam ke dalam memek Vani, lagi-lagi pekikan Vani terdengar “Aiiihhhhh….”. Tapi langsung disusul lenguhan kenikmatannya “Nggahhhh.. ngahhhhh… ouuuuhhh… iya.. that’s right… ayo truuss…”. Sambil menahan pinggul Vani yang menggelinjang dengan binalnya, Boris memaju-mundurkan pantatnya dengan penuh semangat. Menghajar memek Vani dari posisi atas, membuat Boris dengan bebas melihat bagaimana toket besar Vani bergerak-gerak liar karena goncangan. Kedua tangan Boris mencengkram kuat-kuat kedua bongkah daging tersebut dan semakin mempercepat kocokannya.
Tidak sampai 5 menit orgasme Vani meledak dan membanjiri memeknya dengan cairan cintanya. “NGAhhhHhhhhhh…. Houuuuuhhhhh… Vanniii kluarrrr…” pekik Vani melampiaskan kenikmatan yang melandanya seluruh organ tubuhnya. Pinggul Vani mengelinjang-gelinjang selama beberapa saat sampai terpaan gelombang klimaksnya mengendur. “Hahh.. hahh.. hah…enak banget.. enak banget.. akhirnya sampe juga” desah Vani sambil menyapu keringat dari wajahnya.
“Van, nungging” tiba-tiba suara Boris terdengar. Dan Vani pun baru sadar bahwa masih ada benda keras yang mengganjal dalam memeknya. “Eh, kok dia masih kuat? Kata Renny biasanya ga sampe 5 menit si Boris udah keluar” batin Vani keheranan. Yang Vani tidak tau adalah, ketika Boris sampai di rumah Revo, dia sudah nelen 1 butir Viagra sebelumnya. Karena Revo bilang ada party sama cewek-cewek di rumahnya. Tidak disangka rejeki nomplok, ceweknya adalah Vani. Jadi, sekarang dengan perkasanya kontol Boris masih tegak berdiri dan menghajar Vani lagi.
Vani digenjot Boris dengan doggie style. Melenguh-lenguh kenikmatan. Kedua bongkah toketnya mengayun-ayun bebas akibat goncangan dan benturan paha Boris pada pantat Vani. Dan Vanipun semakin blingsatan ketika tangan Boris meraih toketnya dan meremas-remasnya kuat-kuat. Ian duduk diseberang ruangan, minum bir sambil menikmati persenggamaan mereka berdua. Doggie style membuat g-spot Vani dihajar kontol Boris secara intens. Tanpa ampun, gelombang gatal yang nikmat itu menyeruak lagi. Menggila dan menggetarkan semua kelenjar di area memek dan selangkangan Vani. Meluas ke perut, ke toketnya, ke ujung-ujung putingnya dan sampai ke ujung jemari kakinya. Ledakan orgasme yang ke-empat ini betul-betul dahsyat sampai membuat Vani mencengkram jok sofa kuat-kuat dan menggerung puas “OUUUUUGGHHHHHHHH…. Gahhhhhhhh…… Gillllllaaaaaaaaa…. Gue kluaarrrrrrr…”. “HAhhh.. hahhhh… hhhahh… stoppp.. stopp bentar borr…. gue ga kuatt…” rengek Vani minta si Boris menghentikan genjotannya. Si Boris sebenarnya sudah mau keluar, tapi dituruti juga mau si Vani. Boris mengecup-kecup pundak dan punggung Vani. Kontolnya masih di dalam memek vani, tapi tidak dikocoknya. Ditunggunya Vani sampai tenang sedikit dari nafas yang tersengal-sengal karena terpaan orgasme.
Sementara itu, menyaksikan orgasme Vani yang dahsyat, Ian horny lagi. Kontolnya ngaceng lagi. “Bor, bawa Vani ke kamar aja. Kita garap bareng” ujar Ian sambil membopong tubuh Vani. Boris sebenarnya ingin menikmati tubuh Vani sendirian, tapi dia takut sama Ian. Ketika dibopong Vani berbisik “Gue haus nih”. “Bor, ambilin minum gih buat vani” perintah Ian. Boris kembali dengan sebotol kecil bir dingin yang langsung ditenggak habis oleh Vani. Bir dingin yang mengaliri tenggorakannya menyegarkan Vani, dan membuatnya sadar bahwa dia sekarang bugil di atas ranjang dan dikelilingi oleh dua cowok besar bugil dengan kontol yang sudah mengacung tegak siap dihujamkan ke tubuhnya. Vani jadi agak jiper. Bagaimanapun dia sudah agak lemas dihajar 5 orgasme berturut-turut.