Monday, November 14, 2011

Makna persahabatan - 1

Sudah beberapa bulan berlalu sejak Mei memperkenalkan Yen kepadaku. Sejak itu kedua wanita Cina yang cantik dan bahenol ini menjadi partner seksku. Secara rutin kami bertemu untuk bersetubuh dan memuaskan nafsu birahi. Kebanyakan kami berkumpul di rumah Mei di bilangan Margorejo (baca ceritaku sebelumnya: Hadiah Ulang Tahun Yang Mengejutkan 1 dan 2). Keduanya seperti tak terpuaskan. Apalagi Yen. Nafsunya yang besar itu seperti tak ada habisnya. Permainan ranjangnya sungguh-sungguh menggairahkan, sehingga selalu ada kegembiraan dan kebanggaan tersendiri setiap kali aku menggumuli, menyetubuhi dan memuaskan nafsunya.



Satu hari Jumat, jam istirahat makan siang. Bersama seorang teman aku meluncur ke Delta Plaza. Ketika lagi asyik menyantap mie goreng, ada SMS masuk ponselku. Ternyata dari Yen.



"Kho Ardy, aku di meja pojok kanan. Buat aja seperti nggak kenal, ya."



Aku menoleh ke pojok kanan itu. Yen ada di sana bersama sekelompok teman wanita. Ada enam orang, semuanya Cina. Wow.. Cantik-cantik dan mulus-mulus. Mereka bercerita sambil tertawa-tawa dengan ceria. Yen melirik ke arahku sambil menulis SMS di ponselnya. Beberapa detik kemudian ada SMS masuk lagi.



"Pilih aja yang Kho Ardy suka."



Aku tak dapat lagi berkonsentrasi pada makan siangku. Mataku meneliti para wanita itu satu persatu. Aku lalu teringat percakapanku dengan Yen dan Mei satu malam setelah bersetubuh dengan keduanya.



"Aku sudah punya dua wanita Cina yang cantik dan seksi", kataku.

"Kapan dua ini akan bertambah menjadi empat?"

"Kho Ardy pingin tambah lagi", kata Yen di luar dugaanku.

"Mudah, Kho. Akan Yen atur. Mau tambah dua atau berapa, terserah Kho Ardy aja."

"Nggak usah khawatir", lanjut Mei.

"Akan ada saatnya hadiah baru lagi. Tapi harus hemat-hemat tenaganya. Soalnya wanita Cina itu nafsunya gede-gede. Haha.."



Aku tak menduga kalau guyonan itu akan menjadi kenyataan. Berarti Yen sungguh-sungguh akan menepati janjinya. Mataku menangkap yang duduk di sebelah kiri Yen. Wajahnya manis imut-imut. Pandangan sekilas jelas menunjukkan sosok tubuhnya yang tinggi tetapi padat. Rambutnya panjang seperti punya Yen dibiarkan tergerai.



Lalu mataku menangkap sosok yang membelakangiku. Wanita berambut pendek itu jelas bertubuh padat. Kursi kecil merah yang didudukinya tak mampu memuat pantatnya yang lebar itu. Yang lain-lain walaupun berwajah manis rata-rata bertubuh agak kecil, tentu tidak masuk dalam kriteria seleraku.



"Yang di sebelah kiri dan yang di depanmu", tulisku dalam SMS untuk Yen.



Kulihat Yen membaca SMS di ponselnya dan tersenyum sekilas. Ketika mereka berjalan beriringan meninggalkan mejanya, aku memperhatikan satu per satu. Tidak salah pilihanku. Si rambut panjang itu setinggi Yen. Rok sedikit di bawah lutut dan blazer biru terang itu cukup memberi gambaran bentuk tubuhnya yang seksi. Buah dadanya menonjol. Pantatnya bulat besar. Gambaran celana dalamnya sedikit terlihat.



Yang berambut pendek sedikit lebih rendah. Pinggangnya ramping dan buah dadanya besar. Dan pantatnya. Aduhai! Bulat besar dan bergoyang-goyang dengan indahnya. Lebih besar dari pantat wanita yang tinggi itu, malah lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Aku menelan liur. Yen mengedipkan matanya sekilas sambil melirikku. Mereka berlalu sementara teman makan siangku terus ngomong tanpa sadar apa yang sedang terjadi. Kembali ke kantor aku tak dapat berkonsentrasi lagi. Kutelepon Yen.



"Gimana tadi?" tanyaku.

"Aku mau yang rambut panjang di sebelah kirimu dan si rambut pendek di depanmu itu."

"Sudah kuduga kalau Kho Ardy akan memilih yang itu", katanya sambil tertawa kecil.

"Keduanya memang sesuai selera Kho Ardy. Yang berambut panjang namanya Dewi, 28 tahun. Yang berambut pendek namanya Fenny, seusiaku, 29 tahun."

"Kapan ketemunya", kataku tak sabar.

"Haha.." tawanya renyah.

"Udah nafsu nih ye", lanjutnya menggoda.

"Habis, montok-montok segitu", sahutku.

"Kho Ardy harus sabar karena perlu pendekatan. Begitu berhasil, Kho Ardy akan kukabarkan. Saya yakin tak lama", katanya berbisik-bisik.

"Tapi, sebelum ketemu mereka kan masih ada aku sama Mei yang selalu siap."



Sesudah pertemuan itu, setiap kali bersetubuh dengan Mei dan Yen saya selalu bertanya kapan bertemu si Dewi dan Fenny. Mei juga tidak berkeberatan bahkan bermimpi dapat bermain berlima pada satu kesempatan nanti. Ternyata penantianku tidak berlangsung lama. Tiga minggu sesudah SMS di Delta Plaza, suatu siang Yen menelponku.



"Ada khabar gembira, Kho", kata Yen dengan suara renyah.

"Dewi dan Fenny pingin segera kenalan dengan Kho Ardy."

"Betul Yen", sahutku.

"Siapa dulu dong yang ngatur", sahutnya.

"Supaya puas, nanti Kho Ardy main aja sama Dewi dan Fenny dulu. Lalu nanti berlima sama aku dan Mei kalau sudah memungkinkan", kata Yen.



"Gimana baiknya?", tanyaku.

"Hari Jumat besok Mei akan nginap di tempatku", katanya lagi.

"Kalian pakai aja rumah Mei, biar aman."

"Jadi Mei udah tau?" tanyaku.

"Yah, udah", sahut Yen.

"Keduanya udah kenalan sama Mei. Mei setuju kok, makanya ia menginap di rumahku biar kalian bisa leluasa bermain bertiga. Kami menanti Kho Ardy besok di sana. Sesudah Kho Ardy datang, aku dan Mei pergi, biar Kho Ardy leluasa menikmati Dewi dan Fenny."

"Wuii.. Kamu hebat deh, Yen", kataku.

"Tapi Sabtu malam tetap milikku dan Mei", katanya.

"Hemat tenaganya, ya. Aku dan Mei juga mau puas-puas."

"Ngomong-ngomong, gimana sih sampai mereka bisa mau?" tanyaku.

"Haha..", Yen tertawa.

"Mudah kok. Mereka tahu kalau aku dan Mei itu janda-janda muda. Tapi kok selalu berseri-seri setiap awal pekan. Tahu kan, maksudku? Mereka lalu bertanya. Yah, kuceriterakan. Mei juga ceritera. Mei hebat promosinya seperti ceritanya dulu ke aku. Lama-lama keduanya tertarik dan akhirnya pingin kenalan sungguh."



"Udah kawin keduanya?" tanyaku lagi.

"Kawin sih udah", sahut Yen sambil ketawa lagi.

"Tapi belum menikah. Nggak apa-apa kan? Masa mau cari yang perawan."

"Ya, nggak", kataku.

"Tapi mau keduanya main bareng bertiga?" tanyaku lagi.

"Jangankan bertiga, berlima juga mau", sahut Yen.

"Nggak usah khawatir Kho, keduanya orang-orang yang santai kok. Kalau mau, minggu depan kita main berlima aja. Kho Ardy dilayani kami berempat khan enak."

"Terima kasih Yen", kataku setelah yakin.

"Akan ada hadiah untukmu."

"Apa itu?" tanyanya.

"Dua jam tambahan di ranjang", sahutku.

"Iihh.. Maunya", sahut Yen sambil tertawa.



Aku menutup telepon sambil tersenyum sendiri. Babak baru pengalaman seksku akan bertambah lagi dengan hadirnya dua wanita ini. Aku membayangkan nikmatnya bergumul dengan Dewi dan Fenny, kedua wanita cantik dan montok itu. Apalagi kalau menggumuli empat-empatnya bergiliran dalam satu pesta seks, pasti akan menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Tidak terasa, kemaluanku bergerak-gerak dalam celanaku, seakan-akan sudah tidak sabar menantikan saat-saat nikmat bersatu dengan Dewi dan Fenny yang cantik dan bahenol itu.



Jumat sore. Aku menuju rumah Mei dengan jantung berdebar-debar. Ada rasa bangga yang menyelip di dadaku karena boleh menikmati kehangatan tubuh-tubuh wanita Cina yang cantik-cantik itu. Sebaliknya ada rasa cemas juga, takut ditolak karena tidak sesuai dengan harapan mereka. Maklum, usiaku sudah 39 tahun, sebelas dan sepuluh tahun lebih tua dari Dewi dan Fenny. Apa jadinya kalau aku dirasa kurang cakep dan ditolak? Wah, pasti malu sekali. Namun kupikir Yen dan Mei tak mungkin berbohong. Bukankah keduanya sudah ketagihan dengan kejantananku?



Di depan pintu pagar aku ragu-ragu sejenak. Setelah menarik nafas beberapa kali, aku mendorong pintu yang tidak terkunci. Aku masuk dan mengancing pintu pagar stainless still itu. Tanpa mengetuk, aku mendorong pintu depan. Seperti biasa, kalau sudah ada janji pintu depan tidak dikunci. Aku mendorong pintu dan melangkah masuk.



"Hi, sayang", suara Mei menyambutku.



Astaga! Mei hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil berwarna merah yang membuat buah dadanya yang montok itu seperti akan meloncat keluar. Aku terpesona. Mei yang sudah puluhan kali kugumuli itu tetap tampil menawan. Tetapi yang membuatku terkejut ialah caranya berpakaian. Pasti yang lain-lain juga berpakaian seperti itu.



Apakah aku akan dilayani keempat wanita itu sekaligus? Dengan mesra Mei mengecup bibirku dan menggandengku masuk. Dan benar dugaanku, di ruang tengah telah menunggu Yen, Dewi dan Fenny, ketiga-tiganya hanya mengenakan celana dalam dan BH kecil. Memperhatikan tubuh-tubuh montok bahenol nyaris bugil itu, nafsu birahiku langsung menggelegak butuh penyaluran. Kemaluanku langsung berdenyut-denyut di balik celanaku, tidak sabar menanti saat-saat indah menyatu dengan wanita-wanita Cina cantik bahenol ini.



Mei melepaskanku dan berdiri berjajar bersama Yen, Dewi dan Fenny. Aku tertegun memandang keempat wanita ini yang mengenakan hanya BH dan celana dalam. Keempat-empatnya memakai sepatu hak tinggi sehingga menambah seksi pemandangan di depanku. Yen yang berdiri di sebelah Mei mengenakan celana dalam dan BH berwarna hitam. Dadanya menyembul keluar dengan indahnya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai. Di sebelah kiri Yen berdiri Fenny.



Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna abu-abu. Rambutnya juga panjang tergerai sampai ke pantatnya. Dadanya menonjol ke depan, membusung dan dengan indahnya menyembul dari BH yang kecil. Dan.. Pantatnya itu, aduhai besarnya. Menariknya, pinggulnya cukup ramping untuk wanita dengan ukuran pantat sedemikian besarnya. Dan akhirnya, di jangkung Dewi dengan rambut di bawah pundak. Ia mengenakan celana dalam dan BH berwarna cream. Dadanya pun montok mempesona dengan tubuh padat dan sintal. Pinggangnya melekuk dengan indahnya menuruni pinggulnya yang digantungi dua bongkahan pantatnya yang lebar, walaupun tidak selebar punya Fenny.





Bersambung . . . .