Tuesday, March 20, 2012

cerita dewasa ngentot dengan montir- 2

Tanganku yang lain tidak tinggal diam ikut mengocok mempunyai si brewok yang pada detik yang sama sgilag melumat toketku. Dia sangat menikmati setiap jengkal toketku, dia menghjilatnya kuat-kuat diselingi gigitan-gigitan yang meninggalkan jejak merah di kulitnya yang putih. Sungguh kagum aku dengan kontolnya dalam genggamanku, yang benar-benar keras dan perkasa membikinku tidak sabar ingin segera mencicipinya. Maka aku melepaskan emutanku pada kontol Zul dan berkata pada si brewok,

“Sini dong Mas, saya mau nyepong kontolnya!”

Si brewok langsung menggantikan Zul dan menyodorkan kontolnya padaku. Hmm.. Inilah yang kutunggu-tunggu, aku langsung membuka lebar-lebar mulutku untuk memasukkan benda itu. Tentu saja tidak muat semuanya di mulut mungilku malah terasa sesak. Si Zul menggosok-gosokkan kontolnya yang basah ke wajahku. Sambil dioral, tangan si brewok yang kasar dan berbulu itu meremasi toketku dengan brutal. Di sisi lain, Pak Fauzan melepaskan sepatu bersol tinggi yang kupakai, lalu menaikkan kedua tungkaiku ke bahu kirinya, sambil menggenjot dia juga menjilati betisku yang mulus. Aku benar-benar terbuai oleh kepuasan main keroyok seperti ini.

Tiba-tiba kami terhenti sejenak karena terdengar suara pintu di buka dheri dalam dan keluarlah seorang yang cuma menggunakan singlet dan celana pendek, tubuhnya agak kurus dan berumur sepantaran dengan Pak Fauzan dengan jenggot seperti kambing. Aku mencoba mengingat-ingat orang ini, sepertinya pernah lihat sebelumnya, oohh.. Iya itu kan montir yang mendengar dan mencatat masalah yang kuceritakan tentang mobilku ketika aku membawanya ke sini. Sepertinya dia baru mandi karena rambutnya masih basah dan acak-acakan. Sebelumnya dia agak terperanjat dengan apa yang dia lihat tapi kemususan dia mendekati kami.

“Weleh-weleh.. Gua sibuk cuci baju di belakang, kamu-kamu malah pada enak-enakan ngentot,” katanya “Lho, ini kan si Non mengnafsukan yang mobilnya diservis itu!”
“Sudah jangan banyak omong, mau ikutan nggak!” kata si brewok padanya.

Buru-buru si montir yang bernama Joni itu melepaskan celananya dan saya lihat kontolnya bagus juga bentuknya, besar dengan otot yang melingkar-lingkar. Tiga saja belum selesai telah datang satu lagi, tambah berat deh PR saya, demikian kataku dalam hati. Pak Joni mengambil posisi di sebelah kananku, tangannya menjelajah kemana-mana seakan takut tidak kebagian tempat. Payudara kananku dibetot dan dilumat olehnya sampai terasa nyeri. Aku mengteriak sejadi-jadinya antara kesakitan dan kepuasan, makin lama makin sarir dan tak terkendali.

Pak Fauzan dibawah sana makin mempercepat frekuensi genjotannya pada memekku. Lama-lama aku tidak sanggup lagi membatalkan cairan cintaku yang makin membanjir. Di ambang puncak aku makin berkelejotan dan tanganku makin kencang mengocok dua kontol kontol di genggamanku yaitu milik Pak Joni dan Bang Zul. Zul juga menggeram makin keras dan Crot.. Crot.. Cairan putih kentalnya menyemprot dan berceceran di wajah dan rambutku. Sementara otot-otot kemaluanku berkontraksi makin cepat dan cairan cintaku pun tak terbendung lagi. Aku telah mencapai puncak, tubuhku menggelinjang hebat diiringi teriakan panjang dheri mulutku, tapi dia masih terus menggenjotku hingga tubuhku melemas kembali. Setelah dia cabut kontolnya, diturunkannya juga kakiku.

“Gantian tuh, siapa mau memek?” katanya.

Si brewok langsung menggantikan posisinya, sebelumnya dia menjilati dan menyedot cairan memekku dengan ganas bagaikan menyantap semangka. Pak Fauzan menaiki dadaku dan menjepitkan kontolnya yang telah licin susantara toketku. Dia memaju-mundurkannya seperti yang dia lakukan terhadap memekku, tidak sampai lima menit, pejuhnya moncrot ke muka dan dadaku, kaosku yang tergulung juga ikut kecipratan cairan itu. Pak Fauzan mengelap pejuhnya yang berceceran di dadaku sampai merata sehingga toketku nampak mengkilap oleh cairan itu. Kujilati pejuh di sekitar bibirku dengan memutar lidah.

Si brewok minta ganti gaya, kali ini dia berbhering di kursi montir. Tanpa diperintah aku menurunkan tubuhnya sambil membuka lebar saring senggamaku dengan jheri. Tanganku yang lain membimbing kontol itu memasuki saring itu. Aku menggigit bibir dan mendesah detik kontol itu mulai tertancap di memekku. Hingga akhirnya semua kontol itu tertelan oleh saring surgaku, rasanya sangat sesak dan sedikit nyeri dijejali benda sekeras dan sebesar itu, aku dapat merasakan urat-uratnya yang menonjol itu bergesekan dengan dinding memekku.

Aku belum sempat beradaptasi, dia telah menyentakkan pinggulnya ke atas, secara refleks aku menjerit kecil. Sekali lagi dia sentakkan pinggulnya ke atas sampai akupun ikut menggoyangkan tubuhku naik-turun. Mataku merem-melek dan kadang-kadang tubuhku meliuk-liuk saking nikmatnya. Kuraih kontol Pak Joni di sebelah kiriku dan kukulum dengan berbirahi, begitu juga dengan kontol Pak Fauzan, kontol yang sgilag kelelahan itu kukocok-kocok agar bertenaga lagi, sisa-sisa pejuhnya kujilati hingga bersih. Kurasakan ada dua jheri memasuki anusku, mengoreki lalu bergerak keluar-masuk di sana, aku menengok ke belakang rupanya pelakunya Bang Zul yang gak tahu kapan telah di belakangku.

Mungkin karena ketagihan dikaraoke olehku, Pak Joni memegangi kepalaku dan menekannya pada selangkangannya, lalu dia maju-mundurkan pinggulnya seperti sgilag bersenggama. Aku sempat gelagapan dibuatnya, kepala kontol itu pernah menyentuh tekakku sampai hampir tersedak. Namun hal itu tidak mengurangi keaktifanku menggoyang tubuhku dan mengocok kontol Pak Fauzan dengan tangan kiriku. Payudaraku yang ikut berputar naik-turun tidak pernah sepi dheri jamahan tangan-tangan kasar mereka.

Sepertinya Bang Zul mau main belakang karena dia melebarkan duburku dengan jherinya dan sejenak kemususan aku merasakan benda tumpul yang tak lain kepala kontolnya melesak masuk ke dalamnya. Ketiga lubang senggamaku penuh telah terisi oleh tiga kontol. Penis Pak Joni dalam mulutku makin bergetar dan pemiliknya pun makin gencar menyodok-nyodokkannya pada mulutku hingga akhirnya menyemprotkan pejuhnya di mulutku. Belum habis semprotannya dia menherik keluar benda itu (thank god, akhirnya bisa menghirup udara segar lagi) sehingga sisanya menyemprot ke wajahku, wajahku yang telah basah oleh pejuh Bang Zul dan Pak Fauzan jadi tambah belepotan oleh pejuhnya yang lebih kental dheri milik dua orang sebelumnya.

“Aahh.. Aahh.. Dikit lagi Bang!” desahku karena telah akan klimaks lagi.

Cairan cinta terasa terus mengucur membasahi rongga-rongga kemaluanku bersamaan dengan kontol si brewok yang terasa makin membengkak dan sodokannya yang makin gencar. Otot-ototku menegang dan rintihan panjang keluar dheri mulutku akibat klimak panjang bersama si brewok. Cairan hangat dan kental menyemprot hampir semenit lamanya di dalam lubang memekku. Akhirnya tubuhku kembali melemas dan jatuh telungkup di atas dada yang bidang berbulu itu dengan kontol masih menancap, sedangkan dheri belakang Bang Zul masih getol menyodomiku tanpa mempedulikan kondisiku sampai dia menumpahkan pejuhnya di anusku lima menit kemususan. Setelah beristirahat lima menit, Pak Fauzan mengangkat tubuhku diatas kedua tangannya dan membawaku ke ruangan lain yang ialah tempat pencucian mobil bersama rekan-rekannya.

“Eh, mau ngapain lagi kita nih Pak?” tanyaku heran.
“Kita mau mencuci Non dulu soalnya telah lengket dan bau peju sih,” jawabnya sambil nyengir, kemususan memerintah si brewok untuk menyiapkan selang air.

Pelan-slow dia turunkan aku, tapi aku masih belum sanggup berdiri karena masih lemas sekali, jadi aku cuma duduk bersimpuh saja di lantai marmer itu.

“Bajunya dilepas aja Non biar nggak basah,” katanya sambil menolongku melepaskan kaosku yang tergulung.

Aku kini telah telanjang bulat, cuma jam tangan, anting, dan seuntai kalung perak dengan leontin huruf C yang masih tersisa di tubuhku. Si brewok menyalakan krannya dan mengarahkan selang itu padaku.

“Awww.. Dingin!” desahku manja merasakan dinginnya air yang menyemprot padaku.

Pak Joni melepaskan singletnya dan bersama dua orang lainnya mendekati tubuhku yang masih disemprot si brewok, ketiganya mengerubungi tubuhku sambil tertawa-tawa. Aku lalu diberdirikan dan didekap mereka, tangan-tangan mereka menggosoki tubuhku untuk membasuh ceceran pejuh yang lengket di seluruh tubuhku seperti sgilag memolesi mobil dengan cairan pembersih.

Beberapa menit lamanya si brewok menyirami kami dengan air dingin sehingga tubuh kami basah kuyup. Setelah itu dia juga ikut bergabung menggerayangiku. Pak Joni mendekapku dheri depan, setelah puas menciumi dan meremas toketku dia menaikkan kaki kananku ke pinggangnya dan memasukkan kontolnya ke memekku, mereka mengerjaiku dalam posisi berdiri. Pak Fauzan mteriakkulku dheri belakang dan tak henti-hentinya mencupangi pundak, leher dan tengukku. Bang Zul berjongkok meremasi dan menjilati pantat semokku yang tteriakkat dengan gemasnya.

Si brewok menggerayangi toketku yang lain sambil menggelitik telingaku dengan lidahnya. Desahan nikmatku terdengar memenuhi ruangan itu. Beberapa menit kemususan Pak Joni klimaks dan menumpahkan pejuhnya di dalam memekku. Ini masih belum berakhir, karena setelahnya tubuhku mereka telentangkan di atas kap depan sebuah sgila berwarna silver metalik dan kembali aku disemprot dengan selang air hingga makin basah.

Bang Zul membentangkan pahaku dan menancapkan kontolnya ke memekku. Mungkin karena telah terisi penuh, maka ketika kontol itu melesak ke dalamku, nampak pejuh kental itu meluap keluar dheri sela-sela bibir memekku. Aku kembali klimak yang kesekian kalinya, tubuhku menggelinjang di atas kap mobil itu. Kemususan tak lama kemususan dia pun mencabut kontolnya dan menumpahkan isinya di atas perut rataku. Akhirnya selesai juga mereka mengerjaiku, aku terbhering lemas diatas kap, rasanya pegal sekali dan sedikit kedinginan karena basah.

Mereka juga telah kecapean semua, ada yang duduk mengatur nafas, ada juga yang mengelap badannya yang basah. Pak Fauzan memberiku sebuah Aqua gelas dan handuk kering. Aku menggerakkan tangan menghanduki tubuhku yang basah. Setelah Pak Fauzan dan Bang Zul selesai memasang onderdil yang tertunda, selesai pula peroke mobilku. Aku membayarkan biayanya pada Pak Fauzan yang rupanya masih saudara dengan pemilik bengkel ini, pantas dheri tadi montir lain tunduk padanya. Aku juga memberi tambahan sepuluh ribu rupiah sebagai uang rokok untuk dibagi antara mereka berempat. Sampai di rumah aku langsung tidur dengan tubuh pegal-pegal, janji ke kafe dengan rekan-rekan pun terpaksa kubatalkan dengan alasan tidak enak badan.