Sambungan Dari bagian 2
“Hayo.. sayang, ayo.., sentuhlah pusat kenikmatanku. Henny butuhkan saat ini, ay.. ayo.. ayoo.. Rob. Kejam kamu Rob, kejam kamu, aku mau puncak Rob!”, teriaknya keras sekali sambil pantatnya terangkat tinggi bertumpu pada kakinya.
“Iya bidadariku.., tunggu saatnya tiba, aku tahu kapan saat kenikmatanmu akan tiba, aku akan buat bidadariku terbang ke Surga kembali, melayang diawan-awan, ayo Hen.. rasakan.. rasakan yach.., terus.. nikmati aja”, celotehku tak karuan lagi sambil tetap memujanya.
Pantatnya terus diangkat beberapa kali sambil menggelepar-gelepar, rambutku dijambak, didorong minta pusat kewanitaannya segera aku sentuh. Aku tetap mendiamkannya, aku buat dia tersiksa dan ciuman bibirku kupindahkan ke puting kirinya dan “secepat kilat”, jari tengah kananku menyetuh bibir kemaluannya. Makin menggeleparlah dia dan terasa sudah sangat becek oleh cairan kewanitaannya. Aku gosok-gosok lembut antara bibir kemaluannya sampai ke bawah mendekati anusnya. Saat jariku menyentuh bagian bawah dekat anus, Henny berteriak keras sambil memukul kepalaku.
“Robby.. Robby.., jangan siksa aku, ayoo.. lakukan untukku Say..”, pintanya.
Secara pelan aku gosok 3-4 kali, mendadak seluruh tubuhnya mengejang, pantat diangkat tinggi sekali, berteriak histeris dan pundakku dicengkeram dengan kuat dan sampai tergores oleh kukunya. Saat itu menyemprotlah cairan kewanitaannya sangat banyak. Semprotannya seperti pria sedang buang air seninya, sampai mengenai seprei putih di kasurnya. Inilah orgasme pertama yang diterimanya dariku.
Pikirku, tunggu bidadariku, sebentar lagi kubuat kamu melayang-layang kembali, menyemprotkan cairanmu kembali bagaikan pemadam kebakaran menyemprotkan air secara deras. Sejenak tubuhnya melemas, cengkeramannya lepas dari pundakku tapi tangannya mengelus kepalaku. Kulihat senyum manis.. sekali terlihat dari bibirnya yang sensual. Tangan kananku lepas dari kemaluannya, aku elus pahanya sambil bibirku menciumi pusarnya.
“Ahh Rob, geli.. geli Rob! Sayang.., kamu hebat Say.. belum apa-apa aku sudah kamu buat orgasme. Sampai berapa kali Say mau buat aku orgasme seperti tadi?”, tanyanya mengandung makna meminta dan meminta.
“Tenang Hennyku yg lembut, berapa kalipun kamu inginkan, aku siap memuaskanmu, kamu malam ini menjadi milikku sepenuhnya”, kataku merayu.
“Jangankan malam ini, selamanyapun kalau Robby mau memilikiku, aku siap tinggalkan Har, serius sayangku. Aku butuh kenikmatan darimu”, sahutnya.
“Bener nikh bidadariku? Itu tadi belum apa-apa lho, tunggu babak berikutnya yang lebih heboh, surprise untukmu bidadariku..”, janjiku.
“Kapan.., sekarang dong Say, aku udah siap nikh menerima serbuanmu”.
“Tunggu sayang, sabar aja yach! Kamu akan rasakan bedanya sentuhanku dibanding suamimu dan pria lainnya, tunggu yaa..!”, aku meyakinkannya.
Tanganku mulai meraba bawah pusarnya secara halus, terasa gelinjang pantat Henny menerima sentuhanku kembali. Bibirku mulai menjelajahi ketiak kirinya. Menggelinjang lagi dia. Ketiak yang tanpa bulu, putih bersih dan harum baunya, membuat penisku berdenyut-denyut keras dan tak kuduga menyentuh tangan kanan Henny yang masih menggelayut lemas di pinggir sofa.
“Rob.., apa nikh.. pentung karet atau Mr. “P”-mu Say?”, celetuknya. (Henny pakai istilah itu untuk penisku).
“Emangnya kenapa bidadariku?”, tanyaku pura-pura tidak paham.
“Koq gede banget, panjang dan keras.Apa ngga jebol vagina ceweqmu?”, katanya terheran-heran.
“Emang punya suamimu seberapa?”, pancingku ingin tahu punya suaminya.
“Ahh.. sudahlah.. jangan nanya-nanya itu lagi. Aku udah bilang, muak aku ama suamiku..”, bentaknya.
Bentakan seorang istri yang aku tahu tidak pernah mendapatkan kepuasan dari suaminya, walaupun menunggu sekian tahun, yang saat ini sedang merengkuh kenikmatan tersebut dan merajut kasih dengan teman suaminya.
“Sorry Say, aku merusak susana kenikmatanmu. Okey lupain yach”, kataku.
“Ngga apa-apa sayang, sorry aku marah. Aku tidak mau terlewatkan sedetikpun kenikmatan yang baru aku raih bersamamu, Rob..!”, sahutnya.
“Robby, mau khan kamu kasih kenikmatan aku lagi, please mulai ya..”, pintanya padaku dengan manja sambil mengelus meraih batang kemaluanku.
Tanpa mendapatkan jawabanku, aku mulai menjelajahi seluruh permukaan perutnya dengan bibirku. Aku cium, aku sedot pusarnya yang bersih dan harum (mungkin tadi sedikit disemprotkan parfum).
“Ahh.. nakal kamu yaa Say, geli banget lho Say..!”, serunya.
“Mau yang geli atau yang sakit, bidadarku?”, tanyaku balik.
“Terserah kamu aja. Aku seneng lho Rob kamu panggil aku bidadari”.
Aku teruskan cium pusar itu, terus turun dan turun mendekati bulu indah kemaluannya. Dipikirnya aku akan melanjutkan ke bawah dan mungkin ini yang diharapkan dan aku tahu itu. Sengaja aku buat “trik” agar dia protes dengan cemberut manjanya. Ternyata benar juga.
“Rob, terusin ke bawah donk. Kenapa, jijik ya? Emang kamu ngga pernah kiss kewanitaan istrimu?”, pancingnya penuh arti.
“Tenang bidadariku, tunggu dong, sabar..! Kenikmatan akan makin puncak kalau dilakukan dengan lembut sayangku”, sahutku.
“Ini yang ngga aku dapetin dari Har lho sayang..”, pengakuan jujurnya.
Aku kulum terus sekitar pusar dan bulu halus kemaluannya dia terus mendesah dan makin keras desahan itu sambil mengangkat tinggi pantatnya minta kusentuh klitorisnnya. Tapi aku biarkan dia menderita dengan kenimatannya, aku bikin nafsu birahinya mendekati puncak lagi. Aku baru mau memulai babak kedua untuk kenikmatannya.
Babak kedua aku mulai dengan mencium mata Henny. Dia diam dan menikmatinya sekali. Kudiamkan cukup lama kecupanku di matanya, sambil jari tengah tangan kananku bermain di pusarnya. Kuraba pinggir pusarnya, berganti masuk ke dalam pusarnya. Keluar lagi, masuk lagi terus menerus sampai dengus nafasnya mulai timbul lagi karena rangsangan itu.
Ciumanku beralih ke rambutnya, turun ke telinga kanannya, lidahku menjilati daun telinga bagian dalamnya, menjelajahi semua daerah dalam telinganya dan nampak tubuh Henny mulai menggeliat penuh nafsu. (Bagi sebagian wanita, daun telinga karena kulitnya sangat tipis, sangat sensitif menerima rangsangan dan hasilnya biasanya dahsyat, biasanya langsung cairan kewanitaannya mengalir keluar di vaginanya).
Aku tahu dia suka dengan jilatan di telinga itu, maka sengaja kuperlama, terus turun leher bagian dalam (bawah dagu) dan naik lagi ke dagunya. Lenguhan panjang mulai sering keluar spontan dari mulutnya. Kuturunkan ciuman tersebut ke payudara kirinya, sementara tangan kananku mulai turun menyentuh bibir kemaluannya, mengelusnya, sedangkan tangan kiriku memilin-milin puting kanannya. Aku tekan keras, aku longgarkan, aku tekan lagi sambil aku lakukan gigitan mesra di puting kirinya.
“Auuw.., ihh nakal cayang yaa..”, jerit kecilnya sambil membelai rambutku dengan manja.
“Teruskan Say.. Say.., aku suka koq, gigit lagi Say, gigit..”, pintanya.
Ahh.. kena juga pancinganku, tambah lagi daerah sensitif Henny yang kuketahui (telinga, pusar, sekitar bulu kemaluannya dan putingnya). Seolah tanpa merespons, aku sedikit menjauh dan ternyata dia menyorongkan susunya mulutku. Aku gigit mesra lagi, pelan tapi lama tak kulepaskan. Dia menggeliat hebat dan menjambak rambutku.
“Gila kamu Rob, pintar banget kamu menaikkan nafsuku. Gila.. gila..”, celotehnya nggak karuan sambil tetap menjambak rambutku keras sekali.
Aku buat strategi baru.Tangan kananku meninggalkan kemaluannya dan dia nampak tidak mau tanganku menjauh dari situ, sebab tangannya menuntun tanganku kembali ke sana. Tapi aku lepaskan. Kedua tanganku beralih ke gunung kembarnya yang putih dengan putingnya yang masih kemerah-merahan. Melihat bentuk sekitar putingnya, nampaknya si Har jarang menyedot dan mengulumnya. Sebab kalau puting sering dikulum dan disedot, apalagi sudah punya anak, pasti akan berubah warna coklat kehitam-hitaman. Aku remas-remas kedua susunya sambil aku mainkan putingnya. Kemudian aku tarik sama-sama ketengah dan kutemukan ujung puting kiri dan kanannya, aku hisap dalam-dalam sambil aku gigit pelan sekali. Nampaknya dia menikmati sekali dan minta lagi dan lagi dengan menekan kepalaku agar tidak bisa lepas dari kedua ujung putingnya.
“Ahh.. Ohh.. hhm.. hmm.., terus Rob, terus! Gila bener, Ahh.. terus sedot, terus gigit Say sampai pagi, nikmat sayangku.. nikmat sekali, jangan pernah berakhir Say, terus.. terus, Ahh.. Ohh..!”, rintihnya hebat.
Wouw.. aku lihat rona wajahnya memerah pertanda telah terjadi dilatasi atau pelebaran semua pembuluh darahnya, menampakkan darah mengalir deras ke seantero tubuhnya. Kepalanya menengadah keatas sambil melenguh panjang. Terus aku sedot-sedot, aku pilin-pilin kedua putingnya dengan lidahku. Aku putar-putarkan lidahku menjelajahi semua daerah putingnya, makin mengeras sekali kedua putingnya (mungkin suaminya tidak pernah membuat sensasi seperti ini). Didorongnya kepalaku mengarah ke bawah dengan kedua tangannya yang halus dan aku tahu apa yang diinginkannya, tapi kembali birahinya benar-benar aku permainkan, aku ingin dia mendapatkan orgasme kedua kalinya. Aku acuh saja dan tetap menyedot kedua putingnya, sampai dia berteriak.
“Ohh.. geli, ngilu, kejang semua tulangku Rob, stop.. stop ngga kuat aku Say, udah.. udah..! Ahh.. hmm.. hmm.. ehh..”, dengusnya sambil mengangkat dadanya.
Pelan-pelan aku lepaskan kedua puting susunya, ciumanku mulai turun ke sekitar pusarnya lagi, tangan kananku mulai meraba bibir vagina. ‘Serangan fajar’ mulai kuaktifkan, klitorisnya mulai aku sentuh dengan jari tengahku dan ciumanku di sekitar pusar dan bulu kemaluannya aku tingkatkan sambil aku sedot-sedot. Ini menaikkan aliran darah vaginanya. Jariku mulai masuk perlahan-lahan, mencari lubang pipisnya, terus masuk menjelajahi rongga-rongga labia minoranya. Secara refleks pantatnya terangkat keatas meminta agar terus disentuh. Pelan tapi pasti, jariku terus masuk dan naik ke atas klitoris bagian dalamnya, mencari pusat G-Spotnya. Dia berontak bukan marah tapi mungkin berontak, ‘mengapa tidak dari tadi kau sentuh bagianku ini?’. (Siapapun wanita itu, kalau G-Spotnya sudah ditemukan dan dirangsang lembut, pasti akan terbang melayang diawan-awan dan dijamin 100% semprotan cairan kenikmatannya akan segera datang).
Kutemukan segumpal daging kecil seperti kutil, masih lembut dan halus dan lembek. Perlahan tapi pasti aku gosok-gosokkan jariku disekitar G-Spotnya, dan.. bagian itu mulai mengeras, tidak lagi lunak tapi mulai kasar permukaannya, bagaikan pasir mengeras, bergerigi dan membesar. Gerakan tubuh Henny sudah tak teratur dengan lenguhan panjang penuh birahi, pertanda semprotan kedua segera tiba.
“Ahh.. Oou.. ngilu Rob, ahh.. aku koq pingin pipis Rob, pipis Rob, pipis..! Rob.. tunggu, tunggu Rob, aku mau pipis nikmat..”, rintihan birahinya.
“Pipiskan aja Say, keluarkan, semprotkan Say, muncratkan, nikmati Say..”, bisikku mesra ke telinganya.
“Ngga kuat Rob.. ngga kuat! Ngga apa-apa to aku pipis?”, tanyanya.
Gila.. pikirku, dia ngga pernah ngerasain pipis birahi? Gila.. apa yg dilakukan suamimu Hen.., keluhku dalam hati. Betapa menderitanya Henny tanpa pernah ada yang membahagiakan bathinnya.
“Aahh.. Ahh.., Rob.. aku pipis Rob..! Rob, tolongin aku Rob, ngilu Rob.., ngilu banget Rob! Ahh.. ahh..”, teriaknya dengan histeris sambil tangannya mencakar punggungku kedua kalinya.
Cairannya menyembur keluar seperti yang pertama, kembali mengenai sofanya banyak sekali.
“Robby cayang, gila benar kamu Rob! Udah dua kali kamu buat aku mencapai puncak, meskipun Mr “P”-mu belum sempat menyelam lubang pipisku..”, celoteh kekagumannya.
Aku biarkan dia mengoceh dengan kenikmatannya.
“Rob, aku lemes, panas! Keringatku banjir lho Rob.., bawa aku ke kamar, di kamar sejuk karena AC-nya udah aku hidupin dari tadi”, sambil kedua lengannya menggelayut di pundakku pertanda minta kugendong manja.
“Okey tuan putri, demi bidadariku, aku siap melakukan perintah tuan”, sahutku memanjakannya.
“Aku cayaang.. banget ama kamu Rob, kamu pintar banget puasin aku”.
“Hen, itu baru ronde kedua dan belum apa-apa lho, masih kuat ngga?”, tanyaku memancing nafsunya sambil menggendongnya dan masuk ke kamarnya.
Bersambung Ke bagian 4
“Hayo.. sayang, ayo.., sentuhlah pusat kenikmatanku. Henny butuhkan saat ini, ay.. ayo.. ayoo.. Rob. Kejam kamu Rob, kejam kamu, aku mau puncak Rob!”, teriaknya keras sekali sambil pantatnya terangkat tinggi bertumpu pada kakinya.
“Iya bidadariku.., tunggu saatnya tiba, aku tahu kapan saat kenikmatanmu akan tiba, aku akan buat bidadariku terbang ke Surga kembali, melayang diawan-awan, ayo Hen.. rasakan.. rasakan yach.., terus.. nikmati aja”, celotehku tak karuan lagi sambil tetap memujanya.
Pantatnya terus diangkat beberapa kali sambil menggelepar-gelepar, rambutku dijambak, didorong minta pusat kewanitaannya segera aku sentuh. Aku tetap mendiamkannya, aku buat dia tersiksa dan ciuman bibirku kupindahkan ke puting kirinya dan “secepat kilat”, jari tengah kananku menyetuh bibir kemaluannya. Makin menggeleparlah dia dan terasa sudah sangat becek oleh cairan kewanitaannya. Aku gosok-gosok lembut antara bibir kemaluannya sampai ke bawah mendekati anusnya. Saat jariku menyentuh bagian bawah dekat anus, Henny berteriak keras sambil memukul kepalaku.
“Robby.. Robby.., jangan siksa aku, ayoo.. lakukan untukku Say..”, pintanya.
Secara pelan aku gosok 3-4 kali, mendadak seluruh tubuhnya mengejang, pantat diangkat tinggi sekali, berteriak histeris dan pundakku dicengkeram dengan kuat dan sampai tergores oleh kukunya. Saat itu menyemprotlah cairan kewanitaannya sangat banyak. Semprotannya seperti pria sedang buang air seninya, sampai mengenai seprei putih di kasurnya. Inilah orgasme pertama yang diterimanya dariku.
Pikirku, tunggu bidadariku, sebentar lagi kubuat kamu melayang-layang kembali, menyemprotkan cairanmu kembali bagaikan pemadam kebakaran menyemprotkan air secara deras. Sejenak tubuhnya melemas, cengkeramannya lepas dari pundakku tapi tangannya mengelus kepalaku. Kulihat senyum manis.. sekali terlihat dari bibirnya yang sensual. Tangan kananku lepas dari kemaluannya, aku elus pahanya sambil bibirku menciumi pusarnya.
“Ahh Rob, geli.. geli Rob! Sayang.., kamu hebat Say.. belum apa-apa aku sudah kamu buat orgasme. Sampai berapa kali Say mau buat aku orgasme seperti tadi?”, tanyanya mengandung makna meminta dan meminta.
“Tenang Hennyku yg lembut, berapa kalipun kamu inginkan, aku siap memuaskanmu, kamu malam ini menjadi milikku sepenuhnya”, kataku merayu.
“Jangankan malam ini, selamanyapun kalau Robby mau memilikiku, aku siap tinggalkan Har, serius sayangku. Aku butuh kenikmatan darimu”, sahutnya.
“Bener nikh bidadariku? Itu tadi belum apa-apa lho, tunggu babak berikutnya yang lebih heboh, surprise untukmu bidadariku..”, janjiku.
“Kapan.., sekarang dong Say, aku udah siap nikh menerima serbuanmu”.
“Tunggu sayang, sabar aja yach! Kamu akan rasakan bedanya sentuhanku dibanding suamimu dan pria lainnya, tunggu yaa..!”, aku meyakinkannya.
Tanganku mulai meraba bawah pusarnya secara halus, terasa gelinjang pantat Henny menerima sentuhanku kembali. Bibirku mulai menjelajahi ketiak kirinya. Menggelinjang lagi dia. Ketiak yang tanpa bulu, putih bersih dan harum baunya, membuat penisku berdenyut-denyut keras dan tak kuduga menyentuh tangan kanan Henny yang masih menggelayut lemas di pinggir sofa.
“Rob.., apa nikh.. pentung karet atau Mr. “P”-mu Say?”, celetuknya. (Henny pakai istilah itu untuk penisku).
“Emangnya kenapa bidadariku?”, tanyaku pura-pura tidak paham.
“Koq gede banget, panjang dan keras.Apa ngga jebol vagina ceweqmu?”, katanya terheran-heran.
“Emang punya suamimu seberapa?”, pancingku ingin tahu punya suaminya.
“Ahh.. sudahlah.. jangan nanya-nanya itu lagi. Aku udah bilang, muak aku ama suamiku..”, bentaknya.
Bentakan seorang istri yang aku tahu tidak pernah mendapatkan kepuasan dari suaminya, walaupun menunggu sekian tahun, yang saat ini sedang merengkuh kenikmatan tersebut dan merajut kasih dengan teman suaminya.
“Sorry Say, aku merusak susana kenikmatanmu. Okey lupain yach”, kataku.
“Ngga apa-apa sayang, sorry aku marah. Aku tidak mau terlewatkan sedetikpun kenikmatan yang baru aku raih bersamamu, Rob..!”, sahutnya.
“Robby, mau khan kamu kasih kenikmatan aku lagi, please mulai ya..”, pintanya padaku dengan manja sambil mengelus meraih batang kemaluanku.
Tanpa mendapatkan jawabanku, aku mulai menjelajahi seluruh permukaan perutnya dengan bibirku. Aku cium, aku sedot pusarnya yang bersih dan harum (mungkin tadi sedikit disemprotkan parfum).
“Ahh.. nakal kamu yaa Say, geli banget lho Say..!”, serunya.
“Mau yang geli atau yang sakit, bidadarku?”, tanyaku balik.
“Terserah kamu aja. Aku seneng lho Rob kamu panggil aku bidadari”.
Aku teruskan cium pusar itu, terus turun dan turun mendekati bulu indah kemaluannya. Dipikirnya aku akan melanjutkan ke bawah dan mungkin ini yang diharapkan dan aku tahu itu. Sengaja aku buat “trik” agar dia protes dengan cemberut manjanya. Ternyata benar juga.
“Rob, terusin ke bawah donk. Kenapa, jijik ya? Emang kamu ngga pernah kiss kewanitaan istrimu?”, pancingnya penuh arti.
“Tenang bidadariku, tunggu dong, sabar..! Kenikmatan akan makin puncak kalau dilakukan dengan lembut sayangku”, sahutku.
“Ini yang ngga aku dapetin dari Har lho sayang..”, pengakuan jujurnya.
Aku kulum terus sekitar pusar dan bulu halus kemaluannya dia terus mendesah dan makin keras desahan itu sambil mengangkat tinggi pantatnya minta kusentuh klitorisnnya. Tapi aku biarkan dia menderita dengan kenimatannya, aku bikin nafsu birahinya mendekati puncak lagi. Aku baru mau memulai babak kedua untuk kenikmatannya.
Babak kedua aku mulai dengan mencium mata Henny. Dia diam dan menikmatinya sekali. Kudiamkan cukup lama kecupanku di matanya, sambil jari tengah tangan kananku bermain di pusarnya. Kuraba pinggir pusarnya, berganti masuk ke dalam pusarnya. Keluar lagi, masuk lagi terus menerus sampai dengus nafasnya mulai timbul lagi karena rangsangan itu.
Ciumanku beralih ke rambutnya, turun ke telinga kanannya, lidahku menjilati daun telinga bagian dalamnya, menjelajahi semua daerah dalam telinganya dan nampak tubuh Henny mulai menggeliat penuh nafsu. (Bagi sebagian wanita, daun telinga karena kulitnya sangat tipis, sangat sensitif menerima rangsangan dan hasilnya biasanya dahsyat, biasanya langsung cairan kewanitaannya mengalir keluar di vaginanya).
Aku tahu dia suka dengan jilatan di telinga itu, maka sengaja kuperlama, terus turun leher bagian dalam (bawah dagu) dan naik lagi ke dagunya. Lenguhan panjang mulai sering keluar spontan dari mulutnya. Kuturunkan ciuman tersebut ke payudara kirinya, sementara tangan kananku mulai turun menyentuh bibir kemaluannya, mengelusnya, sedangkan tangan kiriku memilin-milin puting kanannya. Aku tekan keras, aku longgarkan, aku tekan lagi sambil aku lakukan gigitan mesra di puting kirinya.
“Auuw.., ihh nakal cayang yaa..”, jerit kecilnya sambil membelai rambutku dengan manja.
“Teruskan Say.. Say.., aku suka koq, gigit lagi Say, gigit..”, pintanya.
Ahh.. kena juga pancinganku, tambah lagi daerah sensitif Henny yang kuketahui (telinga, pusar, sekitar bulu kemaluannya dan putingnya). Seolah tanpa merespons, aku sedikit menjauh dan ternyata dia menyorongkan susunya mulutku. Aku gigit mesra lagi, pelan tapi lama tak kulepaskan. Dia menggeliat hebat dan menjambak rambutku.
“Gila kamu Rob, pintar banget kamu menaikkan nafsuku. Gila.. gila..”, celotehnya nggak karuan sambil tetap menjambak rambutku keras sekali.
Aku buat strategi baru.Tangan kananku meninggalkan kemaluannya dan dia nampak tidak mau tanganku menjauh dari situ, sebab tangannya menuntun tanganku kembali ke sana. Tapi aku lepaskan. Kedua tanganku beralih ke gunung kembarnya yang putih dengan putingnya yang masih kemerah-merahan. Melihat bentuk sekitar putingnya, nampaknya si Har jarang menyedot dan mengulumnya. Sebab kalau puting sering dikulum dan disedot, apalagi sudah punya anak, pasti akan berubah warna coklat kehitam-hitaman. Aku remas-remas kedua susunya sambil aku mainkan putingnya. Kemudian aku tarik sama-sama ketengah dan kutemukan ujung puting kiri dan kanannya, aku hisap dalam-dalam sambil aku gigit pelan sekali. Nampaknya dia menikmati sekali dan minta lagi dan lagi dengan menekan kepalaku agar tidak bisa lepas dari kedua ujung putingnya.
“Ahh.. Ohh.. hhm.. hmm.., terus Rob, terus! Gila bener, Ahh.. terus sedot, terus gigit Say sampai pagi, nikmat sayangku.. nikmat sekali, jangan pernah berakhir Say, terus.. terus, Ahh.. Ohh..!”, rintihnya hebat.
Wouw.. aku lihat rona wajahnya memerah pertanda telah terjadi dilatasi atau pelebaran semua pembuluh darahnya, menampakkan darah mengalir deras ke seantero tubuhnya. Kepalanya menengadah keatas sambil melenguh panjang. Terus aku sedot-sedot, aku pilin-pilin kedua putingnya dengan lidahku. Aku putar-putarkan lidahku menjelajahi semua daerah putingnya, makin mengeras sekali kedua putingnya (mungkin suaminya tidak pernah membuat sensasi seperti ini). Didorongnya kepalaku mengarah ke bawah dengan kedua tangannya yang halus dan aku tahu apa yang diinginkannya, tapi kembali birahinya benar-benar aku permainkan, aku ingin dia mendapatkan orgasme kedua kalinya. Aku acuh saja dan tetap menyedot kedua putingnya, sampai dia berteriak.
“Ohh.. geli, ngilu, kejang semua tulangku Rob, stop.. stop ngga kuat aku Say, udah.. udah..! Ahh.. hmm.. hmm.. ehh..”, dengusnya sambil mengangkat dadanya.
Pelan-pelan aku lepaskan kedua puting susunya, ciumanku mulai turun ke sekitar pusarnya lagi, tangan kananku mulai meraba bibir vagina. ‘Serangan fajar’ mulai kuaktifkan, klitorisnya mulai aku sentuh dengan jari tengahku dan ciumanku di sekitar pusar dan bulu kemaluannya aku tingkatkan sambil aku sedot-sedot. Ini menaikkan aliran darah vaginanya. Jariku mulai masuk perlahan-lahan, mencari lubang pipisnya, terus masuk menjelajahi rongga-rongga labia minoranya. Secara refleks pantatnya terangkat keatas meminta agar terus disentuh. Pelan tapi pasti, jariku terus masuk dan naik ke atas klitoris bagian dalamnya, mencari pusat G-Spotnya. Dia berontak bukan marah tapi mungkin berontak, ‘mengapa tidak dari tadi kau sentuh bagianku ini?’. (Siapapun wanita itu, kalau G-Spotnya sudah ditemukan dan dirangsang lembut, pasti akan terbang melayang diawan-awan dan dijamin 100% semprotan cairan kenikmatannya akan segera datang).
Kutemukan segumpal daging kecil seperti kutil, masih lembut dan halus dan lembek. Perlahan tapi pasti aku gosok-gosokkan jariku disekitar G-Spotnya, dan.. bagian itu mulai mengeras, tidak lagi lunak tapi mulai kasar permukaannya, bagaikan pasir mengeras, bergerigi dan membesar. Gerakan tubuh Henny sudah tak teratur dengan lenguhan panjang penuh birahi, pertanda semprotan kedua segera tiba.
“Ahh.. Oou.. ngilu Rob, ahh.. aku koq pingin pipis Rob, pipis Rob, pipis..! Rob.. tunggu, tunggu Rob, aku mau pipis nikmat..”, rintihan birahinya.
“Pipiskan aja Say, keluarkan, semprotkan Say, muncratkan, nikmati Say..”, bisikku mesra ke telinganya.
“Ngga kuat Rob.. ngga kuat! Ngga apa-apa to aku pipis?”, tanyanya.
Gila.. pikirku, dia ngga pernah ngerasain pipis birahi? Gila.. apa yg dilakukan suamimu Hen.., keluhku dalam hati. Betapa menderitanya Henny tanpa pernah ada yang membahagiakan bathinnya.
“Aahh.. Ahh.., Rob.. aku pipis Rob..! Rob, tolongin aku Rob, ngilu Rob.., ngilu banget Rob! Ahh.. ahh..”, teriaknya dengan histeris sambil tangannya mencakar punggungku kedua kalinya.
Cairannya menyembur keluar seperti yang pertama, kembali mengenai sofanya banyak sekali.
“Robby cayang, gila benar kamu Rob! Udah dua kali kamu buat aku mencapai puncak, meskipun Mr “P”-mu belum sempat menyelam lubang pipisku..”, celoteh kekagumannya.
Aku biarkan dia mengoceh dengan kenikmatannya.
“Rob, aku lemes, panas! Keringatku banjir lho Rob.., bawa aku ke kamar, di kamar sejuk karena AC-nya udah aku hidupin dari tadi”, sambil kedua lengannya menggelayut di pundakku pertanda minta kugendong manja.
“Okey tuan putri, demi bidadariku, aku siap melakukan perintah tuan”, sahutku memanjakannya.
“Aku cayaang.. banget ama kamu Rob, kamu pintar banget puasin aku”.
“Hen, itu baru ronde kedua dan belum apa-apa lho, masih kuat ngga?”, tanyaku memancing nafsunya sambil menggendongnya dan masuk ke kamarnya.
Bersambung Ke bagian 4