KisahMesum.Com: Kali ini aku ingin bercerita tentang Lisa dan Eno. Lisa itu memang lesbian, dan Eno tahu itu. Entah bodoh atau stupid, Eno mau saja ketika diseret ke permainan yang dangerous itu. Lebih lengkapnya, simak dan serapi Horny Story berikut.
*****
Eno mendekap mukanya dengan tangis yang menjadi. Eno yang berada di sampingnya terbengong mendapati tingkah tamunya itu. Dengan lembut diusapnya rambut Lisa.
“No, kamu kenapa sih? Kok nangis segala. Please dong aku kan bingung.” tanya Lisa.
“Sorry ya Lis, aku sudah bikin kamu bingung. Habisnya aku nggak tahu harus gimana lagi.” jawab Eno masih bersimbah air mata.
“Nggak pa pa, tapi kamu ceita dong biar aku bisa ngerti.”
Eno mendongak memandang Lisa yang tersenyum lembut. Mata gadis yang lebih tua tiga tahun dari Eno itu memancarkan sikap lembut yang pengertian. Tak tahan, Eno segera memeluk Lisa. Deg! Lisa terkejut. Jantungnya berdesir ketika dada mereka saling bersentuhan. Pikiran Lisa terbang ke.. “Ups, aku nggak boleh berpikiran macam-macam. Waktunya nggak tepat.” batin Lisa membuang jauh-jauh pikiran kotornya. Dibelainya pungung Eno perlahan.
“Candra! Candra Lis,”
“Candra pacarmu itu? Kenapa Candra?”
“Candra selingkuh. Hu.. hu..” tangis Eno kembali pecah.
“Yah.. sudahlah, aku ngerti perasaanmu. Cobalah tenang.” kata Lisa melepaskan pelukannya. Dia merasa bisa terhanyut jika kelamaan berpelukan selama itu.
“Lalu, apa yang bisa kubantu No?”
“Boleh aku tidur di sini semalam ini saja?”
“Loh, kenapa?”
“Aku yakin Candra akan datang ke rumah. Aku benci ketemu dia, boleh yah?”
“Tapi, orang tuamu gimana?”
“Aku bisa ngomong ke mereka. Lagian mana mereka peduli aku tidur di mana. Mereka kan sok sibuk!”
“Ya sudahlah, asal kamu tahu kalau kamarku cuman segini. Apalagi jauh dari rumah induk, kamu nggak takut kan?”
“Kok takut sih, aku malah bisa tenangkan diri di sini.”
“Ah kamu, sok cerpenis.” kata Lisa mencubit hidung bangir Eno.
Diam-diam Lisa mengagumi sosok gadis di depannya itu. Matanya bulat bening, rambutnya keriting menghiasi wajahnya yang bundar. Hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tebal menggemaskan. Tubuhnya tidak gemuk, tapi memiliki pipi yang tembem. Lisa mendesah kesal pada Candra yang berani-beraninya menghianati Eno yang menarik. Andaikan Lisa bisa menggantikan Candra di hati Eno, ahh..
“Lis, bisa nggak aku pinjam bajumu. Aku nggak bawa baju ganti nih.” ujar Eno mengagetkan lamunan Lisa.
“Eh, iya ada.”
Lisa segera mengambilkan sepasang babidolnya untuk Eno. Eno menerimanya lalu segera berganti baju.
“Jangan ngintip ya?” canda Eno.
Lisa tertawa lalu membalikkan tubuh. Tapi ternyata Lisa berbalik justru tepat di depan kaca, sehingga apa yang terjadi di belakang Lisa pasti dapat jelas terlihat.
Begitulah, dengan mudah dan jelas Lisa bisa melihat tubuh Eno tanpa baju. Eno tak tahu bahwa tubuh sekalnya, paha mulusnya, bokong padatnya dinikmati oleh mata Lisa. Dan dengan mudah dan tepat pula Lisa dapat memperkirakan pasti ukuran dada berlapis bra tipis Eno adalah 34. Hanya sayang Lisa tak bisa melihat Eno dalam kondisi naked.
Lisa berpura-pura merem ketika Eno mengakhiri aktivitas ganti bajunya.
“Sudah belum?” teriak Lisa
“Iya, iya, sudah. Kamu ini kayak main petak umpet saja.” jawab Eno tertawa-tawa.
“Eh iya, nanti aku tidur seranjang sama kamu ya?”
“Iya, memangnya kenapa?” jawab Lisa.
“Nggak pa pa kok.”
“Atau kamu saja yang di ranjang, biar aku tidur di lantai saja.”
“Nggak usah deh, aku yang numpang kok kamu yang susah?”
“Nggak pa pa, kebetulan aku punya kasur lipat.”
“Ayo deh, kita tidur sekasur saja.” kata Eno menarik tubuh Lisa ke ranjang.
“Iya deh, tapi aku harus ganti baju dulu.”
Lisa segera bangkit dan berganti baju di kamar itu, seperti yang dilakukan Eno. Tapi Lisa tak menyuruh Eno membalikkan badan, begitupun Eno tidak berniat memalingkan pandangan. Sehingga Eno pun tahu lekuk tubuh Lisa yang biasanya terbalut kaos.
“Aku nggak terbiasa memakai bra kalau di rumah, kecuali kalau ada tamu. Apa kamu keberatan Eno?” tanya Lisa yang memakai daster tipis warna ungu muda.
“Ini kan rumah kamu Lis, kamu berhak ngapain aja. Aku rasa aku nggak keberatan.” jawab Eno dengan senyum.
Lalu keduanya pun berbaring di ranjang. Tidak lama Eno sudah terlelap. Tapi Lisa, dia tak bisa memejamkan mata. Setiap kali matanya terpejam, wajah cantik Eno membayang di matanya. Tubuh gemulai Eno menari-nari di pikirannya. Nalurinya kembali berontak. Menginginkan secawan anggur kebahagiaan dari Eno. Perlahan Lisa terduduk. Dipandanginya wajah Eno yang terlelap.
Jantung Lisa berdegup kencang. Rasa takutnya terkalahkan oleh nafsunya yang mulai memburu. Perlahan Lisa menundukkan kepalanya. Cup, diciumnya pipi Eno sekilas. Ah, gadis itu tak terganggu sedikitpun. Sekali lagi diciumnya pipi Eno, lalu hidungnya yang bangir. Semakin berani Lisa, dikecupnya bibir Eno sekali. Hangat. Lalu dicobanya sekali lagi. Tapi belum sampai bibir Lisa menempel di bibir Eno, Eno membuka pelupuk matanya.
“Eno?” tanya Lisa gemetar.
“Kamu belum tidur?”
Langsung Lisa kembali merebahkan dirinya di samping Eno dengan takut.
“Sorry, aku.. ehm.. gimana ya? Sorry deh..”
Eno bangkit dari tidurnya sambil berkata, “Kenapa nggak kamu terusin?”
“Maksud kamu?” tanya Lisa yang segera terduduk.
Eno mendekatkan wajahnya pada Lisa. Dekat, dekat sekali. Kemudian dikecupnya bibir Lisa dan berharap akan mendapat sambutan yang hangat. Lisa yang sudah dirundung mabuk kepayang membalas kecupan Eno dengan ciuman yang panas. Lidah Lisa menyusuri bibir tebal Eno yang basah lalu bibir tipis Lisa bergerak melumat bibir Eno yang belum terbiasa dengan perlakuan itu. Mata Eno terpejam meresapi setiap lumatan Lisa yang memabukkan. Kemudian dicobanya membalas setiap lumatan itu dengan perlakuan yang sama. Eno mencoba mengimbangi gerak lidah Lisa yang menggelitik di rongga atasnya. Nafas-nafas mereka saling memburu. Desahan-desahan kecil mengalun membentuk suatu rangsangan tersendiri.
Antara sadar dan tak sadar Lisa melucuti babidol yang dipakai Eno, hingga tinggal underwearnya saja yang melekat. Enopun dengan segera menarik daster Lisa yang kemudian meninggalkan tubuh langsing yang tak ber-BH. Kemudian Lisa mendorong tubuh Eno hingga terbaring. Kepala Eno mendongak-dongak bagai kesetanan ketika lidah Lisa menyapu inchi demi inchi kulit lehernya. Gerakan Eno semakin menggila merasakan setiap gesekan jemari Lisa dengan kulit tubuhnya. Lisa bagai ingin menguliti seluruh tubuh Eno dengan sejuta rangsangan yang membuatnya melambung.
“Lis.. kamu gila.. euchh..” desah Eno menggeliat.
“Aku akan menghiburmu sayang..”
Lisa meneruskan aksinya. Namun lidahnya berhenti ketika sampai pada dua buah bukit kembar yang tersangkut di kain tipis merah jambu. Ditariknya BH merah jambu itu ke bawah hingga kedua bukit indah yang tak terlalu tinggi itu menyembul dengan malu-malu. Kedua bukit kembar itu nampak bengkak karena merangsang.
“Tetekmu ini indah sayang..” ujar Lisa sambil membelai keduanya.
“Tapi.. tak sebanding dengan milikmu..” sahut Eno ganti membelai tetek Lisa yang menggantung didadanya.
Milik Lisa memang lebih menarik. Ukuran 36B dengan kemontokan yang luar biasa. Putih kulitnya dan ditumbuhi dengan bulu-bulu kecil yang halus. apalagi dihiasi dengan puting-puting yang merah merona mendongak bagai menantang setiap mata yang memandangnya.
Tapi malam itu Lisa lebih menyayangi tetek Eno. Ukurannya memang hanya 34, tapi nampaknya jarang terjamah tangan-tangan lain. Lisa terhanyut oleh belaian tangan Eno pada kedua buah dadanya yang menggantung bebas. Kemudian disempurnakannya rasa nikmat itu dengan remasan-remasan pada kedua gunung kembar Eno. Diremasnya kedua gumpalan daging itu lalu menggoyangnya sekehendak hati.
Eno bergelinjangan hingga tanpa sadar tali pengait BHnya terlepas lalu dengan sekali tarik disingkirkannya penutup dadanya yang kemudian terlempar ke atas meja. Maka dengan bebasnya Lisa makin menggila mempermainkan kedua bukit bengkak itu.
“Ohh.. Lisa.. kamu betul-betul uuach..” jerit Eno
“Aku bisa bikin kamu lebih uaach lagi say..” jawab Lisa sambil menarik-narik CD Eno.
Eno yang sudah terbawa permainan itu turut menarik-narik CDnya hingga terjatuh di lantai, kemudian ditariknya pula CD Lisa hingga kedua-duanya bugil total.
Lisa tengkurap tepat diatas tubuh Eno. Tinggi mereka yang berbeda tipis membuat keduanya menempel bagai kembar siam. Payudara mereka saling berimpit, demikianpun kedua vagina mereka. Sedangkan bibir mereka kembali saling melumat satu sama lain. Perlahan tubuh mereka saling menggoyang seirama. Pinggul mereka bergerak naik turun hingga menimbulkan gerakan yang eksotis sekali. Gesekan demi gesekan bagai makin memacu nafas-nafas mereka. Bau keringat serta lendir kenikmatan mereka membaur manambah stamina mereka untuk terus berpacu. Desahan demi desahan bagai menjadi bunyi-bunyian yang terasa indah dan nikmat. Tiba-tiba ciuman Lisa menurun menjelajahi leher Eno dan terus menurun hingga sampai di sekitar dada. Kemudian dikulumnya payudara Eno yang sudah padat benar itu.
“Uaach..” pekik Eno kegelian. Sedotan demi sedotan bibir Lisa membuat payudara Eno serasa meledak. Rasa nikmat itu membuat Eno tak rela melepaskan Lisa. Spontan refleksnya bekerja, kakinya menyilang mengunci tubuh Lisa yang dalam posisi menungging. Tangan Eno berpegangan pada sprei kasur yang sudah awut-awutan.
“Ahh.. Liss..” teriak Eno ketika Lisa mengganyang puting payudaranya. Rasa sakit yang nikmat itu membuatnya terduduk. Lisa tak memperdulikan erangan Eno, diapun terus saja melahap daging kecil yang menempel di kedua gunung kembar Eno bergantian dengan jemarinya yang memelintir puting satunya ke kanan dan kekiri. Eno yang bagai melayang diawang-awang berpegangan pada kedua bokong Lisa yang masih menungging. Diremas-remasnya kedua bokong kenyal itu hingga membuat Lisa menggeliat-geliat.
Jemari Eno semakin lincah meremas pantat Lisa hingga kemudian jemari itu menyusuri lipatan-lipatan disekitarnya.
“Teruus Noo.. iyaa.. terus.. achh..” desah Lisa. Enopun menyusuri lipatan sempit itu hingga menemukan bagian tersensitif Lisa. Tapi Eno tak berani berbuat jauh, hinga diapun hanya mengelus-elusnya saja berulang-ulang. Sebenarnya Lisa tak puas tapi elusan Eno terhadap pusat terlarangnya membuat Lisa merasa terangsang yang menjadi-jadi. Segera digapainya sebatang dildo vibrator si balik kasurnya lalu diserahkannya pada Eno.
“Masukkan Enoo.. sayang.. ayo cepat.. aku nggak tahan say..” rengek Lisa.
Eno memasukkan kepala dildo tepat di lubang kenikmatan Lisa. Jleb. Dildo itu dapat menembus lubang kenikmatan Lisa dengan mudah.
“Ach..” rintih Lisa sesaat.
“Tekan tombol satu, Eno..” Eno menurutinya hinga dildo itu bergetar tak begitu cepat.
“Aaachh.. uuhh.. mmhh..” erang Lisa merasakan getaran dildo yang mengocok lubang kenikmatannya. Eno menambah kecepatannya pada level tiga hingga tubuh keduanya menghentak-hentak nikmat.
“Aaachh.. aku mau keluar..” jerit Lisa di pucuk-pucuk kenikmatannya.
Ketika Lisa mulai melemas, Eno segera mengambil tindakan menubruknya, lalu memburu tetek Lisa dan mengganyang keduanya bergantian. Birahi Lisa yang kembali membara segera membalas perlakuan Eno. Dibaliknya tubuh Eno hingga kembali terkapar. Tapi Lisa tak lagi memburu kedua buah dada Eno yang menggantung bersimbah keringat melainkan kewanitaan Eno yang segar bersimbah lendir kenikmatannya. segera dicengkeramnya daging gemuk di pangkal selakang Eno itu, kemudian diseruduknya dengan lidahnya yang menari-nari menjilati setiap tetes lendir kental yang berasal dari lubang kemaluan Eno.
“Uuhh.. Lis.. enak bangeet..” erang Eno mengerang keasyikan.
Setelah tandas lidah Lisa menjelajahi setiap jengkal dinding-dinging vagina mayora Eno yang merah dan kenyal. Klitoris Eno seakan menegang ketika lidah Lisa dengan lincah menjilatinya dan suurr.. kembali lubang kenikmatan Eno membanjir. Lidah Lisa kembali menyapu bersih lubang itu. “Yamm.. ehmm.. enak banget.. sruup..” disedotnya lubang itu hingga Eno memekik tertahan.
“Ach.. Lis aku nggak kuat lagi Liss..”
“Iya sebentar sayaang..”
Lisa kembali mengapai dildo kebanggaannya. Ditusukkannya dildo itu pada lubang kenikmatan Eno.
“Engghh..”Eno mengedan hingga ujung dildo itu kesulitan masuk ke dalam lubang yang masih sangat sempit itu.
“Rileks saja say.. nggak sakit kok” kata Lisa terus mendorong ujung dildo.
Perlahan-lahan ujug dildo itu membenam ke dalam lubang kenikmatan Eno. Eno meringis merasakan sakit yang luar biasa.
“Engghh.. sakit Liss..”
“Tenanglah say.. nanti juga nggak lagi”
Ujung dildo itu benar-benar membenam hingga jauh masuk ke dalam lorong yang belum terjamah itu, menembus selaput dara Eno hingga jebol.
“Aaachh..!” teriak Eno kesakitan.
Setelah mendiamkannya beberapa saat, Lisa mengoyang dildo itu masuk keluar berulang-ulang. Darah perawan Eno menodai ujung dildo hingga sejauh tiga centi. Rasa sakit yang dirasakan Eno berangsur-angsur berganti rasa nikmat yang luar biasa.
Lisa segera menekan tombol satu. Suara desingan halus dildo berbaur dengan erangan Eno merasakan getaran otomatis dari dildo yang terasa nikmat banget. Lisa menuntun tangan Eno agar meremas-remas buah dadanya, sedangkan jemari Lisa kembali meremas-remas buah dada Eno yang penuh dengan bekas cipokan Lisa.
Mereka terengah-engah ditengah malam itu. Tapi semuanya berlanjut seperti tanpa akhir. Dan setelah malam itu, Lisa menggantikan Candra di hati Eno.
E N D
*****
Eno mendekap mukanya dengan tangis yang menjadi. Eno yang berada di sampingnya terbengong mendapati tingkah tamunya itu. Dengan lembut diusapnya rambut Lisa.
“No, kamu kenapa sih? Kok nangis segala. Please dong aku kan bingung.” tanya Lisa.
“Sorry ya Lis, aku sudah bikin kamu bingung. Habisnya aku nggak tahu harus gimana lagi.” jawab Eno masih bersimbah air mata.
“Nggak pa pa, tapi kamu ceita dong biar aku bisa ngerti.”
Eno mendongak memandang Lisa yang tersenyum lembut. Mata gadis yang lebih tua tiga tahun dari Eno itu memancarkan sikap lembut yang pengertian. Tak tahan, Eno segera memeluk Lisa. Deg! Lisa terkejut. Jantungnya berdesir ketika dada mereka saling bersentuhan. Pikiran Lisa terbang ke.. “Ups, aku nggak boleh berpikiran macam-macam. Waktunya nggak tepat.” batin Lisa membuang jauh-jauh pikiran kotornya. Dibelainya pungung Eno perlahan.
“Candra! Candra Lis,”
“Candra pacarmu itu? Kenapa Candra?”
“Candra selingkuh. Hu.. hu..” tangis Eno kembali pecah.
“Yah.. sudahlah, aku ngerti perasaanmu. Cobalah tenang.” kata Lisa melepaskan pelukannya. Dia merasa bisa terhanyut jika kelamaan berpelukan selama itu.
“Lalu, apa yang bisa kubantu No?”
“Boleh aku tidur di sini semalam ini saja?”
“Loh, kenapa?”
“Aku yakin Candra akan datang ke rumah. Aku benci ketemu dia, boleh yah?”
“Tapi, orang tuamu gimana?”
“Aku bisa ngomong ke mereka. Lagian mana mereka peduli aku tidur di mana. Mereka kan sok sibuk!”
“Ya sudahlah, asal kamu tahu kalau kamarku cuman segini. Apalagi jauh dari rumah induk, kamu nggak takut kan?”
“Kok takut sih, aku malah bisa tenangkan diri di sini.”
“Ah kamu, sok cerpenis.” kata Lisa mencubit hidung bangir Eno.
Diam-diam Lisa mengagumi sosok gadis di depannya itu. Matanya bulat bening, rambutnya keriting menghiasi wajahnya yang bundar. Hidungnya mancung dan bibirnya sedikit tebal menggemaskan. Tubuhnya tidak gemuk, tapi memiliki pipi yang tembem. Lisa mendesah kesal pada Candra yang berani-beraninya menghianati Eno yang menarik. Andaikan Lisa bisa menggantikan Candra di hati Eno, ahh..
“Lis, bisa nggak aku pinjam bajumu. Aku nggak bawa baju ganti nih.” ujar Eno mengagetkan lamunan Lisa.
“Eh, iya ada.”
Lisa segera mengambilkan sepasang babidolnya untuk Eno. Eno menerimanya lalu segera berganti baju.
“Jangan ngintip ya?” canda Eno.
Lisa tertawa lalu membalikkan tubuh. Tapi ternyata Lisa berbalik justru tepat di depan kaca, sehingga apa yang terjadi di belakang Lisa pasti dapat jelas terlihat.
Begitulah, dengan mudah dan jelas Lisa bisa melihat tubuh Eno tanpa baju. Eno tak tahu bahwa tubuh sekalnya, paha mulusnya, bokong padatnya dinikmati oleh mata Lisa. Dan dengan mudah dan tepat pula Lisa dapat memperkirakan pasti ukuran dada berlapis bra tipis Eno adalah 34. Hanya sayang Lisa tak bisa melihat Eno dalam kondisi naked.
Lisa berpura-pura merem ketika Eno mengakhiri aktivitas ganti bajunya.
“Sudah belum?” teriak Lisa
“Iya, iya, sudah. Kamu ini kayak main petak umpet saja.” jawab Eno tertawa-tawa.
“Eh iya, nanti aku tidur seranjang sama kamu ya?”
“Iya, memangnya kenapa?” jawab Lisa.
“Nggak pa pa kok.”
“Atau kamu saja yang di ranjang, biar aku tidur di lantai saja.”
“Nggak usah deh, aku yang numpang kok kamu yang susah?”
“Nggak pa pa, kebetulan aku punya kasur lipat.”
“Ayo deh, kita tidur sekasur saja.” kata Eno menarik tubuh Lisa ke ranjang.
“Iya deh, tapi aku harus ganti baju dulu.”
Lisa segera bangkit dan berganti baju di kamar itu, seperti yang dilakukan Eno. Tapi Lisa tak menyuruh Eno membalikkan badan, begitupun Eno tidak berniat memalingkan pandangan. Sehingga Eno pun tahu lekuk tubuh Lisa yang biasanya terbalut kaos.
“Aku nggak terbiasa memakai bra kalau di rumah, kecuali kalau ada tamu. Apa kamu keberatan Eno?” tanya Lisa yang memakai daster tipis warna ungu muda.
“Ini kan rumah kamu Lis, kamu berhak ngapain aja. Aku rasa aku nggak keberatan.” jawab Eno dengan senyum.
Lalu keduanya pun berbaring di ranjang. Tidak lama Eno sudah terlelap. Tapi Lisa, dia tak bisa memejamkan mata. Setiap kali matanya terpejam, wajah cantik Eno membayang di matanya. Tubuh gemulai Eno menari-nari di pikirannya. Nalurinya kembali berontak. Menginginkan secawan anggur kebahagiaan dari Eno. Perlahan Lisa terduduk. Dipandanginya wajah Eno yang terlelap.
Jantung Lisa berdegup kencang. Rasa takutnya terkalahkan oleh nafsunya yang mulai memburu. Perlahan Lisa menundukkan kepalanya. Cup, diciumnya pipi Eno sekilas. Ah, gadis itu tak terganggu sedikitpun. Sekali lagi diciumnya pipi Eno, lalu hidungnya yang bangir. Semakin berani Lisa, dikecupnya bibir Eno sekali. Hangat. Lalu dicobanya sekali lagi. Tapi belum sampai bibir Lisa menempel di bibir Eno, Eno membuka pelupuk matanya.
“Eno?” tanya Lisa gemetar.
“Kamu belum tidur?”
Langsung Lisa kembali merebahkan dirinya di samping Eno dengan takut.
“Sorry, aku.. ehm.. gimana ya? Sorry deh..”
Eno bangkit dari tidurnya sambil berkata, “Kenapa nggak kamu terusin?”
“Maksud kamu?” tanya Lisa yang segera terduduk.
Eno mendekatkan wajahnya pada Lisa. Dekat, dekat sekali. Kemudian dikecupnya bibir Lisa dan berharap akan mendapat sambutan yang hangat. Lisa yang sudah dirundung mabuk kepayang membalas kecupan Eno dengan ciuman yang panas. Lidah Lisa menyusuri bibir tebal Eno yang basah lalu bibir tipis Lisa bergerak melumat bibir Eno yang belum terbiasa dengan perlakuan itu. Mata Eno terpejam meresapi setiap lumatan Lisa yang memabukkan. Kemudian dicobanya membalas setiap lumatan itu dengan perlakuan yang sama. Eno mencoba mengimbangi gerak lidah Lisa yang menggelitik di rongga atasnya. Nafas-nafas mereka saling memburu. Desahan-desahan kecil mengalun membentuk suatu rangsangan tersendiri.
Antara sadar dan tak sadar Lisa melucuti babidol yang dipakai Eno, hingga tinggal underwearnya saja yang melekat. Enopun dengan segera menarik daster Lisa yang kemudian meninggalkan tubuh langsing yang tak ber-BH. Kemudian Lisa mendorong tubuh Eno hingga terbaring. Kepala Eno mendongak-dongak bagai kesetanan ketika lidah Lisa menyapu inchi demi inchi kulit lehernya. Gerakan Eno semakin menggila merasakan setiap gesekan jemari Lisa dengan kulit tubuhnya. Lisa bagai ingin menguliti seluruh tubuh Eno dengan sejuta rangsangan yang membuatnya melambung.
“Lis.. kamu gila.. euchh..” desah Eno menggeliat.
“Aku akan menghiburmu sayang..”
Lisa meneruskan aksinya. Namun lidahnya berhenti ketika sampai pada dua buah bukit kembar yang tersangkut di kain tipis merah jambu. Ditariknya BH merah jambu itu ke bawah hingga kedua bukit indah yang tak terlalu tinggi itu menyembul dengan malu-malu. Kedua bukit kembar itu nampak bengkak karena merangsang.
“Tetekmu ini indah sayang..” ujar Lisa sambil membelai keduanya.
“Tapi.. tak sebanding dengan milikmu..” sahut Eno ganti membelai tetek Lisa yang menggantung didadanya.
Milik Lisa memang lebih menarik. Ukuran 36B dengan kemontokan yang luar biasa. Putih kulitnya dan ditumbuhi dengan bulu-bulu kecil yang halus. apalagi dihiasi dengan puting-puting yang merah merona mendongak bagai menantang setiap mata yang memandangnya.
Tapi malam itu Lisa lebih menyayangi tetek Eno. Ukurannya memang hanya 34, tapi nampaknya jarang terjamah tangan-tangan lain. Lisa terhanyut oleh belaian tangan Eno pada kedua buah dadanya yang menggantung bebas. Kemudian disempurnakannya rasa nikmat itu dengan remasan-remasan pada kedua gunung kembar Eno. Diremasnya kedua gumpalan daging itu lalu menggoyangnya sekehendak hati.
Eno bergelinjangan hingga tanpa sadar tali pengait BHnya terlepas lalu dengan sekali tarik disingkirkannya penutup dadanya yang kemudian terlempar ke atas meja. Maka dengan bebasnya Lisa makin menggila mempermainkan kedua bukit bengkak itu.
“Ohh.. Lisa.. kamu betul-betul uuach..” jerit Eno
“Aku bisa bikin kamu lebih uaach lagi say..” jawab Lisa sambil menarik-narik CD Eno.
Eno yang sudah terbawa permainan itu turut menarik-narik CDnya hingga terjatuh di lantai, kemudian ditariknya pula CD Lisa hingga kedua-duanya bugil total.
Lisa tengkurap tepat diatas tubuh Eno. Tinggi mereka yang berbeda tipis membuat keduanya menempel bagai kembar siam. Payudara mereka saling berimpit, demikianpun kedua vagina mereka. Sedangkan bibir mereka kembali saling melumat satu sama lain. Perlahan tubuh mereka saling menggoyang seirama. Pinggul mereka bergerak naik turun hingga menimbulkan gerakan yang eksotis sekali. Gesekan demi gesekan bagai makin memacu nafas-nafas mereka. Bau keringat serta lendir kenikmatan mereka membaur manambah stamina mereka untuk terus berpacu. Desahan demi desahan bagai menjadi bunyi-bunyian yang terasa indah dan nikmat. Tiba-tiba ciuman Lisa menurun menjelajahi leher Eno dan terus menurun hingga sampai di sekitar dada. Kemudian dikulumnya payudara Eno yang sudah padat benar itu.
“Uaach..” pekik Eno kegelian. Sedotan demi sedotan bibir Lisa membuat payudara Eno serasa meledak. Rasa nikmat itu membuat Eno tak rela melepaskan Lisa. Spontan refleksnya bekerja, kakinya menyilang mengunci tubuh Lisa yang dalam posisi menungging. Tangan Eno berpegangan pada sprei kasur yang sudah awut-awutan.
“Ahh.. Liss..” teriak Eno ketika Lisa mengganyang puting payudaranya. Rasa sakit yang nikmat itu membuatnya terduduk. Lisa tak memperdulikan erangan Eno, diapun terus saja melahap daging kecil yang menempel di kedua gunung kembar Eno bergantian dengan jemarinya yang memelintir puting satunya ke kanan dan kekiri. Eno yang bagai melayang diawang-awang berpegangan pada kedua bokong Lisa yang masih menungging. Diremas-remasnya kedua bokong kenyal itu hingga membuat Lisa menggeliat-geliat.
Jemari Eno semakin lincah meremas pantat Lisa hingga kemudian jemari itu menyusuri lipatan-lipatan disekitarnya.
“Teruus Noo.. iyaa.. terus.. achh..” desah Lisa. Enopun menyusuri lipatan sempit itu hingga menemukan bagian tersensitif Lisa. Tapi Eno tak berani berbuat jauh, hinga diapun hanya mengelus-elusnya saja berulang-ulang. Sebenarnya Lisa tak puas tapi elusan Eno terhadap pusat terlarangnya membuat Lisa merasa terangsang yang menjadi-jadi. Segera digapainya sebatang dildo vibrator si balik kasurnya lalu diserahkannya pada Eno.
“Masukkan Enoo.. sayang.. ayo cepat.. aku nggak tahan say..” rengek Lisa.
Eno memasukkan kepala dildo tepat di lubang kenikmatan Lisa. Jleb. Dildo itu dapat menembus lubang kenikmatan Lisa dengan mudah.
“Ach..” rintih Lisa sesaat.
“Tekan tombol satu, Eno..” Eno menurutinya hinga dildo itu bergetar tak begitu cepat.
“Aaachh.. uuhh.. mmhh..” erang Lisa merasakan getaran dildo yang mengocok lubang kenikmatannya. Eno menambah kecepatannya pada level tiga hingga tubuh keduanya menghentak-hentak nikmat.
“Aaachh.. aku mau keluar..” jerit Lisa di pucuk-pucuk kenikmatannya.
Ketika Lisa mulai melemas, Eno segera mengambil tindakan menubruknya, lalu memburu tetek Lisa dan mengganyang keduanya bergantian. Birahi Lisa yang kembali membara segera membalas perlakuan Eno. Dibaliknya tubuh Eno hingga kembali terkapar. Tapi Lisa tak lagi memburu kedua buah dada Eno yang menggantung bersimbah keringat melainkan kewanitaan Eno yang segar bersimbah lendir kenikmatannya. segera dicengkeramnya daging gemuk di pangkal selakang Eno itu, kemudian diseruduknya dengan lidahnya yang menari-nari menjilati setiap tetes lendir kental yang berasal dari lubang kemaluan Eno.
“Uuhh.. Lis.. enak bangeet..” erang Eno mengerang keasyikan.
Setelah tandas lidah Lisa menjelajahi setiap jengkal dinding-dinging vagina mayora Eno yang merah dan kenyal. Klitoris Eno seakan menegang ketika lidah Lisa dengan lincah menjilatinya dan suurr.. kembali lubang kenikmatan Eno membanjir. Lidah Lisa kembali menyapu bersih lubang itu. “Yamm.. ehmm.. enak banget.. sruup..” disedotnya lubang itu hingga Eno memekik tertahan.
“Ach.. Lis aku nggak kuat lagi Liss..”
“Iya sebentar sayaang..”
Lisa kembali mengapai dildo kebanggaannya. Ditusukkannya dildo itu pada lubang kenikmatan Eno.
“Engghh..”Eno mengedan hingga ujung dildo itu kesulitan masuk ke dalam lubang yang masih sangat sempit itu.
“Rileks saja say.. nggak sakit kok” kata Lisa terus mendorong ujung dildo.
Perlahan-lahan ujug dildo itu membenam ke dalam lubang kenikmatan Eno. Eno meringis merasakan sakit yang luar biasa.
“Engghh.. sakit Liss..”
“Tenanglah say.. nanti juga nggak lagi”
Ujung dildo itu benar-benar membenam hingga jauh masuk ke dalam lorong yang belum terjamah itu, menembus selaput dara Eno hingga jebol.
“Aaachh..!” teriak Eno kesakitan.
Setelah mendiamkannya beberapa saat, Lisa mengoyang dildo itu masuk keluar berulang-ulang. Darah perawan Eno menodai ujung dildo hingga sejauh tiga centi. Rasa sakit yang dirasakan Eno berangsur-angsur berganti rasa nikmat yang luar biasa.
Lisa segera menekan tombol satu. Suara desingan halus dildo berbaur dengan erangan Eno merasakan getaran otomatis dari dildo yang terasa nikmat banget. Lisa menuntun tangan Eno agar meremas-remas buah dadanya, sedangkan jemari Lisa kembali meremas-remas buah dada Eno yang penuh dengan bekas cipokan Lisa.
Mereka terengah-engah ditengah malam itu. Tapi semuanya berlanjut seperti tanpa akhir. Dan setelah malam itu, Lisa menggantikan Candra di hati Eno.
E N D